MEMPERKUAT PERLINDUNGAN SOSIAL BIDANG KESEHATAN DI INDONESIA: DATA DAN PEMBIAYAAN

0
1249

Pernyataan Pers

MEMPERKUAT PERLINDUNGAN SOSIAL BIDANG KESEHATAN DI INDONESIA: DATA DAN PEMBIAYAAN

Koalisi Perempuan Indonesia

 

Pada 18 Desember 2018 di Jakarta, 95 orang perempuan dan 7 laki-laki, perwakilan dari 14  provinsi membicarakan tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) khususnya Strategi Memperkuat Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan Di Indonesia dan Menangkal Propaganda Negatif dalam Seminar Nasional diinsiasi oleh Koalisi Perempuan Indonesia. Seminar ini diselenggarakan sebagai bagian upaya memperjuangkan Hak Atas Kesehatan dan Hak Perlindungan Sosial bagi semua warga, Sejak tahun 2012 Koalisi Perempuan Indonesia aktif melakukan riset pemantauan dan melakukan advokasi kebijakan dan penyelenggaraan program Perlindungan Sosial bidang Kesehatan pemerintah. Ke-14  provinsi yang aktif terlibat dalam seminar ini adalah  DI Aceh, Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur

Koalisi Perempuan Indonesia mengidentifikasi adanya pelemahan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui propaganda negatif. Diantaranya adalah adanya kampanye menolak imunisasi karena mengandung unsur yang dianggap haram, dan dianggap belum terbukti keberhasilannya. Sehingga menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit yang sudah hilang kembali muncul, seperti Campak dan Difteri. Padahal,  Imunisasi telah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956 sebagai upaya meningkatkan kesehatan masyarakat,  yang  kemudian diintegrasikan dalam JKN, sebagai layanan Kesehatan Promotif.

Narasumber  seminar justru membuktikan sebaliknya. Disampaikan oleh  dr. Kirana Pritasari, MQIH Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menggarisbawahi bahwa Agenda Pembangunan Kesehatan secara nasional tidak lepas dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), dan terkait dengan MDGs.  Di bidang kesehatan, pemerintah telah menempatkan Tujuan 3: Kehidupan yang Sehat dan Sejahtera sebagai prioritas negara. Dengan perhatian pokok pada pengurangan angka Stunting, penurunan angka kematian ibu, bayi, dan balita. Salah satu upaya untuk menjaga kehidupan balita adalah melalui imunisasi. Lebih jauh lagi, imunisasi merupakan kebutuhan dasar setiap anak untuk menjaganya menjadi anak, remaja dan orang dewasa yang sehat. Imunisasi merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk mewujudkan Universal Health Coverage (UHC).

Untuk memperkuat JKN, data dan pembiayaan adalah kunci strategis. Aspek pendataan yang valid membutuhkan peran serta masyarakat. Oleh karenanya Arif Nahari (Kasubdit LK3 dan Peduli Keluarga, Direktorat Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga, dan Kelembagaan Masyarakat, Direktrorat Kementerian Sosial) mengangkat pentingnya Partisipasi Organisasi Perempuan sebagai Potensi dan Sumber Kejehateraan Sosial (PSPK)  dalam Veri –Vali data, Pengaduan dan Keluhan JKN-PBI. Di lapangan proses Verifikasi dan Validasi (Veri-Vali) sudah dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Upaya baik ini perlu ditingkatkan secara legal formal, sekaligus untuk mempertemukan isu – isu strategis JKN yang akan didorong bersama.

Ah Maftuchan ( Direktur Perkumpulan Prakarsa), menyampaikan, dari aspek pembiayaan, sumber-sumber pendapatan negara untuk JKN yang inklusif dan berkelanjutan, masih jauh dari harapan. Penelitiannya menunjukkan, minimnya jumlah wajib pajak yang konsisten membayar pajaknya. Padahal JKN yang inklusif membutuhkan konsistensi pendanaan, sehingga dapat membiayai program dan Penerima  Bantuan Iuran (PBI) untuk fakir miskin dan orang tidak mampu di Indonesia, sesuai dengan Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional.  Maftuh menyatakan, bahwa nominal kapitasi yang diatur oleh pemerintah untuk BPJS saat ini, juga jauh dari kebutuhan nyata Fasilitas Kesehatan. Selain juga pemanfaatannya, masih belum sesuai peruntukannya untuk meningkatkan kualitas dan fasilitas layanan kesehatan,

Untuk mengatasi persoalan pembiayaan, Irma Chaniago (Anggota DPR RI Fraksi Nasional Demokrat/Komisi IX) menyatakan BPJS harus mengejar target pendaftaran peserta mandiri, khususnya yang dibiayai oleh perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain itu, perlu memikirkan ulang nominal iuran kelas I, yang jauh dari angka ideal dan kebutuhan riilnya,. Sehingga bisa menutupi kekurangan biaya kelas 2 dan 3. Bukan sebaliknya, iuran kelas 2 dan 3 mendukung biaya yang dibutuhkan oleh kelompok kelas 1. Alternatif lain  untuk mengatasi masalah pembiayaan  adalah melakukan Reformasi Cukai, khususnya terhadap minuman soda berpemanis, alkohol, maupun tembakau.

Rosniaty Aziz, Presidium Nasional Koalisi Perempuan Indonesia, menyampaikan posisi organisasi, terhadap Program Strategis Pemerintah, Jaminan Kesehatan Nasional. Koalisi Perempuan Indonesia menyatakan, mendukung Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), namun diperlukan sejumlah perbaikan kebijakan dan peningkatan kualitas dalam pelaksanaan. Salah satunya, mendorong Pemerintah dan DPR untuk menjajagi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional Tanpa Kelas (JKN TANPA KELAS) untuk mengatasi masalah keuangan BPJS dan menjalankan Prinsip Ekuitas (kesetaraan pelayanan tanpa membedakan jumlah pembayaran) yang dimandatkan oleh Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Rosniaty menyampaikan, JKN untuk Semua (JKN Semesta) hanya dapat diwujudkan jika memberikan layanan komprehensif mulai dari promotif, preventif, paliatif, kuratif, dan paliatif. Layanan medis  Paliatif dan asuhan paliatif ini selayaknya diberikan secara terintegrasi karena terkait satu dan lainnya. Bagi perempuan, layanan paliatif akan sangat meringankan bebannya dalam perawatan anggota keluarga yang sakit, meringankan penderitaan karena penyakitnya,  maupun pengasuhan anggota keluarga lainnya  yang terdampak.  Layanan ini harus didukung oleh pembiayaan yang berkelanjutan, peningkatan jumlah dan kualitas tenaga kesehatan serta perbaikan tata kelola obat di tingkat daerah dan nasional.

Koalisi Perempuan Indonesia juga menyampaikan pengalamannya membangun dan mengoperasikan Pusat Informasi Pengaduan dan Advokasi Jaminan Kesehatan Nasiional (PIPA JKN) yang dapat melayani belasan ribu penduduk desa setiap tahunnya. Pemerintah dapat mengadopsi PIPA JKN untuk mengisi kekosongan layanan informasi dan mekanisme pengaduan terkait JKN di tingkat Desa.

Berdasarkan hasil diskusi ini, Koalisi Perempuan Indonesia menyerukan pada

  1. Presiden RI, Joko Widodo, memberikan mandat pada Menteri Keuangan untuk mengembangan alternatif pembiayaan JKN, antara lain melalui reformasi cukai dan memanfaatkan dana Coorporate Social Responsibility (CSR) perusahaan Swasta di Indonesia.
  2. Presiden RI dan DPR melakukan revisi perundangan untuk mengitegrasikan Layanan Paliatif pada program JKN dan memandatkan pada Menteri Kesehatan untuk memastikan agar BPJS memberikan layanan komprehensif bagi peserta. Terutama menekankan peningkatan pelayanan promotif, preventif, dan paliatif.
  3. Menkominfo untuk melakukan pendidikan publik melalui penyebaran informasi dalam rangka membangun kesadaran dari pengguna BPJS, mengenai hak dan kewajibannya sebagai peserta. Serta melakukan pendidikan dan upaya strategis menangkal propaganda negative terhadap imunisasi dan JKN-BPJS
  4. Menteri Sosial, untuk meningkatkan upaya veri-vali, dengan melibatkan masyarakat serta memberikan paying hukum secara legal formal inisasi pusat informasi, pengaduan dan advokasi JKN di tingkat desa. Sehingga masyarakat dan pemerintah dapat mewujudkan kemitraan strategis untuk memperkuat pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui pendataan yang valid dan termutakhirkan, informatif dan akuntable melalui penangangan

 

Jakarta, 18 Desember 2018

 

 

Dian Kartikasari

Sekretaris Jenderal

 

NO COMMENTS