Akhiri Ketimpangan Gender dalam Kesempatan Kerja Layak

0
4462

 

PERNYATAAN KOALISI PEREMPUAN INDONESIA

MENYAMBUT HARI BURUH INTERNASIONAL

 

“PEMERINTAH HARUS MENGAKHIRI

KETIMPANGAN GENDER dalam KESEMPATAN KERJA LAYAK” 

 

Di tengah gegap gempita peringatan Hari Buruh Sedunia (May Day) di Indonesia, perempuan Indonesia masih mengalami berbagai bentuk diskriminasi dalam akses kerja layak.

Di lihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, jumlah perempuan yang bekerja, jauh lebih kecil dibandingkan laki-laki. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, data per Agustus 2017, dari total jumlah pekerja Indonesia yang mencapai 121.022.423 orang, jumlah tersebut didominasi pekerja laki-laki yang mencapai 74.736.546. Sedangkan jumlah pekerja perempuan hanya sebanyak 46.285.877. Data ini menunjukkan bahwa akses perempuan terhadap lapangan pekerjaan jauh lebih kecil dari pada laki-laki.

 

Meskipun pemerintah telah memiliki peraturan tentang “upah yang sama untuk kerja yang sama” (equal pay for equal work) dan melarang adanya diskriminasi pengupahan, namun praktek dilapangan menunjukkan bahwa di semua lapangan pekerjaan, upah pekerja perempuan lebih kecil daripada upah pekerja laki-laki. Selisih upah perempuan berkisar antara 15 % – 33% lebih rendah dari upah laki-laki untuk pekerjaan di sektor yang sama.

 

Selain menerima upah lebih rendah, perempuan juga membayar pajak lebih banyak daripada laki-laki, karena perbedaan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP). Peraturan perpajakan menentukan bahwa  PTKP bagi Pekerja laki-laki yang telah menikah jauh lebih besar dari pada perempuan, karena dikurangi tanggungan keluarga (isteri dan anak). Sementara pekerja perempuan, meskipun telah menikah, tetap diperlakukan sebagai lajang. Tidak ada perhitungan tanggungan keluarga dalam perhitungan pajak yang harus dibayarnya. Meskipun, suaminya tidak memiliki pekerjaan.

 

Selain itu, kesempatan meningkatkan jenjang karier bagi perempuan pekerja lebih kecil dibandingkan laki-laki, meskipun keduanya memiliki tingkat pendidikan yang sama. Hampir di semua lapangan pekerjaan menunjukkan, bahwa semakin tinggi posisi atau jabatan dalam penjenjangan karier, semakin sedikit jumlah perempuan yang ada dalam posisi/jabatan tersebut.

 

Kesempatan berorganisasi pekerja/buruh perempuan jauh lebih kecil dibandngkan pekerja/buruh laki-laki. Posisi kepemimpinan dalam organisasi pekerja/buruh masih didominasi oleh laki-laki. Bahkan dalam lapangan kerja yang didominasi oleh pekerja perempuan, seperti garmen, dan lapangan kerja di bidang sandang dan pangan lainnya, posisi kepemimpinan dalam organisasi pekerja tetap didominasi laki-laki. Oleh karenanya, hampir di setiap perjuangan kaum buruh, persoalan-persoalan buruh perempuan, hampir tidak pernah menjadi agenda perjuangan organisasi buruh.

 

Lebih dari itu, perempuan pekerja rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dan pelecehan, terutama yang besifat seksual, baik oleh pemberi kerja, maupun oleh sesama pekerja.

Rendahnya kesempatan pendidikan bagi perempuan, dan berlanjutnya praktek perkawinan anak, mengakibatkan sebagian besar perempuan bekerja di lapangan kerja yang tidak terlindungi, seperti menjadi Pekerja Rumah Tangga, Pekerja Migrant, pekerja di sector informal dan pekerja rumahan (putting off System). Sementara pemerintah dan DPR tidak kunjung menerbitkan  peraturan perundangan yang melindungi pekerja di sektor ini.

Disamping itu, pekerja imigran merupakan fenomena global yang tidak terelakkan. Jutaan warga negara Indonesia, perempuan dan laki-laki menjadi pekerja migrant di berbagai negara di dunia. Oleh karenanya, peraturan tentang Penggunaan Tenaga Asing, harus diciptakan dalam konteks fenomena global tersebut, dan tidak anti pekerja imigran. Namun pada saat yang sama, pemerintah harus seefektif mungkin menggunakan dana kompensasi penggunaan Tenaga Kerja Asing untuk peningkatan sumber daya manusia Indonesia agar mampu bersaing di dalam maupun di luar negeri.

Bertepatan dengan Hari Buruh Internasional (May Day) 2018, Koalisi Perempuan Indonesia menyerukan kepada Pemerintah, DPR dan Pemberi kerja untuk:

  1. Menghentikan praktek diskriminasi pengupahan terhadap perempuan.
  2. Membahas dan mengesahkan peraturan perundangan untuk melindungi Pekerja Rumah Tangga dan Pekerja Rumahan atau Pekerja Putting off System.
  3. Reformasi Perpajakan yang berkeadilan gender, termasuk menghapus diskriminasi dalam penentuan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP)
  4. Mendorong Pelaku Usaha (bisnis) untuk membuat peraturan di tingkat perusahaan untuk menghormati Hak Asasi Manusia dan mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan gender.
  5. Mendorong Pelaku usaha untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi perempuan untuk bekerja, termasuk menyediakan fasilitas bagi pekerja perempuan untuk menjalankan peran reproduksinya.
  6. Membahas dan menerbitkan Peraturan Perundangan yang mencegah dan menghapuskan perkawinan anak.
  7. Memastikan dana kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing hanya digunakan untuk peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia Pekerja Indonesia agar dapat bersaing di dalam maupun di luar negeri.

Koalisi Perempuan Indonesia meyakini, bahwa hanya dengan melaksanakan tujuh seruan tersebut di ataslah, kemiskinan berwajah perempuan dapat diakhiri

 

Jakarta 30 April 2018

Dian Kartikasari

Sekretaris Jenderal

 

NO COMMENTS