Pernyataan Pers
Koalisi Perempuan Indonesia
Pemerintah berjanji menjadikan Buruh Migran sebagai Subyek
Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, menyatakan janjinya untuk menjadikan buruh migran sebagai subyek melalui Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN). Janji ini disampaikan dalam pertemuan antara Koalisi Perempuan Indonesia dengan Kementerian Ketenagakerjaan yang diwakili oleh Hery Suparmanto (Direktur jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja), Soes Hindharmo (Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri), dan Randra S. (Kasubdit Perlindungan), pada Senin 22 Februari 2016 di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan.
Dalam pertemuan ini Koalisi Perempuan Indonesia menyampaikan keprihatinan atas situasi buruh migran yang masih menjadi obyek eksploitasi berbagai pihak. Sementara substansi RUU PPILN, yang saat ini menjadi pembahasan antara pemerintah dan DPR RI, masih minim perlindungan pada saat pra penempatan, bekerja di negara tujuan, maupun purna penempatan. Koalisi Perempuan Indonesia menyayangkan substansi RUU PPILN yang menunjukkan lemahnya peran pemerintah. Sebaliknya swasta memiliki peran dominan, antara lain dalam proses perekrutan, penyediaan pelatihan-pelatihan kerja, dan pengelolaan asuransi bagi TKI.
Untuk menjadikan buruh migran sebagai Subyek, Kementerian Ketenagakerjaan menyampaikan beberapa inisiatif, antara lain dengan membuat aplikasi on-line untuk Buruh Migran TKI KEREN. Aplikasi ini dapat diunduh oleh siapapun yang memiliki gawai berbasis android. Di dalamnya tersedia informasi lowongan kerja, jumlah tenaga kerja Indonesia di luar negeri, hingga pengaduan buruh migran yang mengalami masalah. Dengan sistem ini, pemerintah berharap buruh migran dapat mencari informasi lowongan kerja dan melamar secara langsung. Demikian pula dengan pengaduan masalah, buruh migran dapat langsung membuat pengaduan baik untuk dirinya maupun orang lain. Pada akhirnya, aplikasi TKI KEREN dapat menghapus praktek manipulasi data dan percaloan buruh migran.
Selain itu, pemerintah berencana mengusulkan asuransi sosial bagi buruh migran dalam RUU PPILN. Mekanisme asuransi sosial ini direncanakan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) non-Penerima Bantuan iuran (non-PBI). Dengan mekanisme ini, pemerintah dapat memberikan perlindungan pada buruh migran dengan menggunakan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sementara di tempat kerja, asuransi buruh migran menjadi tanggungan majikan dengan mekanisme yang tersedia di negara tempat kerja.
Koalisi Perempuan Indonesia menyambut baik inisiatif-inisiatif yang disampaikan oleh kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan menilainya sebagai itikad baik dari pemerintah untuk memastikan kehadiran negara dalam melindungi Buruh Migran.
Untuk memastikan janji pemerintah menjadikan buruh migran sebagai Subyek, maka Kemenaker perlu menindaklanjuti hal-hal di bawah ini:
- Memasukkan sistem informasi pasar kerja dan pengaduan yang integratif dalam Bab mengenai Pra-Penempatan, dan Bab Perlindungan.
- Mengatur tentang asuransi sosial untuk buruh migran ke dalam substansi RUU PPILN. Rumusan ini dapat dimasukkan dalam pasal-pasal tentang Jaminan Sosial dan Sistem Asuransi Pekerja Indonesia di Luar Negeri.
- Mengkaji kembali usulan mengenai asuransi sosial BPJS non-PBI bagi buruh migran saat pra dan purna penempatan. Mengingat sebagian buruh migran perempuan kembali ke Indonesia dalam kondisi sakit, disabilitas, maupun miskin. Dalam situasi ini, membayar premi BPJS untuk kelas 3 sekalipun, akan menyulitkan buruh migran dan keluarganya. Dalam situasi ini, buruh migran perlu mendapatkan hak yang sama dengan penerima Jaminan Kesehatan Nasional.
- Memastikan aplikasi on-line TKI KEREN menjadi aplikasi yang ramah dan mudah diakses pengguna. Dalam hal ini, pemerintah perlu bekerja sama untuk membuat infrastruktur jaringan telekomunikasi di pelosok Indonesia. Pemerintah perlu menyadari masih ada desa-desa di Indonesia yang mendapatkan jangkauan jaringan komunikasi. Sama halnya dengan kenyataan bahwa tidak semua calon buruh migran perempuan, dan keluarganya, memiliki gawai canggih berbasis android. Untuk menyediakan jaringan telekomunikasi, Kemenaker perlu membuat kerjasama dengan Kementerian Telekomunikasi dan Informatika serta pihak-pihak penyedia jaringan seluler bagi seluruh masyarakat Indonesia. Khususnya mendorong adanya jangkauan jaringan komunikasi seluler yang stabil dan murah di seluruh Indonesia.
Terakhir, Koalisi Perempuan Indonesia mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mensosialisasikan aplikasi TKI KEREN kepada seluruh calon buruh migran maupun buruh migran yang saat ini sedang dalam masa kerja. Sosialisasi ini sekaligus untuk menjaring masukan dari para pemangku kepentingan, apakah aplikasi tersebut sesuai dengan kebutuhan dan mudah bagi para pengguna.
Sebagai lembaga yang melakukan kajian kritis dan pengusul kebijakan, Koalisi Perempuan Indonesia akan terus mengawal perumusan RUU PPILN yang mempertimbangkan pengalaman perempuan buruh migran, serta memastikan kehadiran negara untuk secara aktif melindungi perempuan buruh migran sejak pra penempatan, saat penempatan, maupun purna penempatan.
Jakarta, 23 Februari 2016
Dian Kartikasari & Nadlroh As-Sariroh
Sekretaris Jenderal & Presidium Nasional Kelompok Kepentingan Perempuan Buruh Migran