Jumlah perempuan yang akan terpilih menduduki kursi parlemen tingkat nasional dalam Pemilu 2009 masih tetap dalam kisaran 11% atau tepatnya 1134%.
Prediksi ini diungkapkan oleh Bima Arya Sugiarto Direktur Eksekutif Charta Politika dalam acara Seminar Nasional Keputusan Politik Perempuan dalam Pemilu 2009 yang digelar hari ini (3/3) di Hotel Bumikarsa.
Prediksi tersebut lebih kecil dari hasil perhitungan CETRO yang memperkirakan ada 13% perempuan yang sukses melenggang ke DPR. Bima Arya berargumen keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan nomor urut adalah penyebab mandeknya peningkatan kuantitas wakil perempuan di parlemen. Sistem zipper setengah hati saja masih menyulitkan langkah perempuan apalagi dengan aturan suara terbanyak kata Bima.
Prediksi 11% tersebut diperoleh dari hasil penelitian di 77 daerah pemilihan dengan sumber data dari penelusuran media baik tingkat nasional maupun lokal informasi kondisi persaingan di lapangan berdasarkan data dari informan lokal analisis terhadap peta perolehan suara parpol pada pemilu 2004 serta hasil pilkada di daerah tersebut. Bima juga menambahkan bahwa sosok caleg yang terpilih tidak beranjak dari figur lama yang memiliki popularitas dalam pemilu 2004 serta caleg perempuan yang menduduki nomor urut 1-3.
Meski dinilai sebagai batu sandungan bagi upaya meningkatkan angka keterwakilan perempuan di Pemilu 2009 Bima mengatakan bahwa banyak caleg perempuan yang berada di nomor urut 4 kebawah menganggap putusan MK sebagai hal positif. Hal ini dinilai membuat persaingan menjadi lebih fair karena memaksa semua caleg berusaha secara langsung dan tidak berlindung dibalik nomor urut. Ini bisa jadi pra kondisi yang baik untuk memunculkan politisi perempuan yang betul-betul berkualitas kata Bima. Namun catatan pentingnya seluruh infrastruktur baik perangkat kebijakan maupun teknis memang benar-benar siap. Hal ini mengingat keputusan MK berpotensi mengundang kericuhan yang amat besar dalam Pemilu 2009.
Sementara Rena Hardiyani Direktur Eksekutif Kalyanamitra mengungkapkan pentingnya dukungan dari keluarga untuk memaksimalkan potensi perempuan. Karena keluarga adalah ranah terkecil yang bisa menjadi arena pertarungan konsep kesetaraan gender. Pemahaman konsep gender dalam keluarga yang dibina secara baik akan mampu memunculkan bibit-bibit pemimpin perempuan yang berkualitas.
Hal ini diamini oleh Titi Sumbung Direktur Eksekutif Pusat Pemberdayaan Perempuan dalam Politik yang mengatakan bahwa pemahaman makna gender perlu terus menerus dilakukan untuk memastikan ketimpangan perlakuan antara perempuan dan laki-laki bisa diminimalisasi terutama di ranah politik. Titi juga menambahkan tuntutan keterwakilan 30% adalah bentuk tindakan khusus sementara yang perlu diberlakukan untuk menyamakan langkah antara perempuan dan laki-laki sebelum diterjunkan dalam pertarungan pasar bebas.