LOKALATIH PENINGKATAN KAPASITAS CALEG PEREMPUAN

0
2474

Konstitusi Dasar Negara Indonesia dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia memberikan ruang yang luas bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi untuk ikut terlibat dalam pemerintahan demikian juga dengan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia.  Sedangkan cita-cita dan prinsip universal menyatakan bahwa setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan  berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk terlibat aktif dalam pemerintahan juga dalam merencanakan, melaksanakan dan menikmati serta mengevaluasi  pelaksanaan pembangunan .  Hak-hak yang setara untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan pembangunan dan  menikmati hasil pembangunan sudah juga menjadi prinsip yang universal yang sedang dan terus dilakukan di negara-negara maju dan negara-negara berkembang. 

Bahwa selama 73 tahun Indonesia merdeka , telah 11 kali bangsa ini melaksanakan Pemilihan Umum yakni sejak tahun 1955 sampai dengan 2014. Pemilihan umum yang dimaksud adalah Pemilihan umum legislatif, dan kemudian dengan berubahnya regulasi seiring tuntutan zaman, maka pemilihan presiden dan wakil presiden juga dilakukan melalui pemilihan umum. Hal ini kemudian mempengaruhi adanya Pilkada dan Pilkaedes untuk pemilihan Gubernur, Bupati/walikota dan Kepala Desa secara langsung.

Mike Verawati, Fasilitator Lokalatih Peningkatan Kapasitas Caleg Perempuan

Regulasi Pemilu terus berubah dari waktu ke waktu dan setiap perubahan regulasi tentu perlu diikuti dengan pemahaman yang baik dan benar sehingga Pemilu dapat dilaksanakan secara berkwalitas dan menghasilkan pemimpin-pemimpin baik perempuan maupun laki-laki yang berkualitas pula. Untuk itu dalam upaya menuju pada pemimpin yang berkualitas, maka caleg-caleg Perempuan yang ikut berpartisipasi harus terus memperbaiki kualitasnya, mengasah kemampuanya sehingga dapat dipilih dan bersama-sama dengan kaum laki-laki, mengambil bagian dalam menentukan kebijakan pembangunan di negara ini. Undang-Undang Pemilu telah memberikan kewajiban Partai Politik untuk menyediakan kuota 30 % kepada calon legislatif perempuan pada setiap partai dan di setiap daerah pemilihan bukanlah suatu hadih yang akan diperoleh begitu saja setelah pemilu, tetapi harus melewati proses pemilihan umum yang ditentukan oleh Pemilih.

Peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik, terutama dalam Pemilu, tidak terjadi begitu saja namun karena perjuangan yang terus-menerus untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan dimana salah satunya adalah terwujudnya peraturan perundang-undangan yang memiliki keberpihakan yang afirmatif peningkatan keterwakilan perempuan.

Bahwa keadaan menunjukan adanya kemajuan terkait dengan kesiapan kaum perempuan dalam konstestasi politik dan bahwa keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, terutama sejak pemilu 1999 , dimana data menunjukan bahwa pada pemilu 1992 keterlibatan dan jumlah perempuan dalam legislatif menurun, namun sejak 1999 sampai pemilu 2014, keterlibatan kaum perempuan dan jumlahnya dalam perlamen terus meningkat. (Pemilu 1999 : 9,2%, Pemilu 2004 : 11,08%, Pemilu 2009 : 14 % dan Pemilu 2014 :  18, 06%) Tentu ini menjadi modal yang baik untuk memberikan semangat dan spirit bagi perempuan untuk terus mengembangkan dirinya dan maju sebagai pemimpin yang berkualitas. 

Bahwa dilain sisi walaupan jumlah pemilih kaum perempuan lebih banyak dari laki-laki, namun tidak semua perempuan mau menjatuhkan pilihan pada perempuan yang maju sebagai calon pemimpin. Hal ini tentunya dipicu oleh banyak faktor dan salah satunya adalah kualitas dan kesiapan perempuan itu sendiri untuk maju sebagai calon pemimpin. Oleh karena itu, maka kegiatan lokalatih Peningkatan Kapasitas Caleg Perempuan ini perlu dilakukan guna menyiapkan perempuan-perempuan yang telah menyatakan diri untuk maju sebagai calon legislatif, untuk lebih siap dan memiliki bekal yang baik, memiliki pengetahuan yang cukup tentang regulasi dan juga memiliki kapasitas maupun kapabilitas yang dapat dijadikan modal untuk menjadi calon pemimpin dan  pemimpin dalam setiap organisasi dan pemerintahan.  Mengingat Kabupaten Timor Tengah Selatan adalah salah satu Kabupaten yang terluas dan memiliki jumlah pemilih terbesar, sekaligus menjadi Kabupaten yang masih terdapat banyak persoalan yang mengganggu tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan yang dicita-citakan dunia, maka penyiapan sumber daya manusia terutama kaum perempuan untuk duduk sebagai anggota Legislatif, baik DPRD Kabupaten, DPRD Propinsi maupun DPR RI dan DPD, adalah salah satu pintu masuk untuk dapat mengurangi berbagai permasalahan terutama terkait dengan persoalan-persoalan yang dialami perempuan dan anak, sehingga saatnya perempuanpun dapat berbicara untuk mengatasi persoalannya sendiri, yang tidak terlepas dari persoalan bersama dalam bangsa ini.

Caleg Perempuan bermain peran “Menyusun Strategi Kampanye”

Pada sisi lainya, saat ini Indonesia dan terlebih di Kabupaten Timor Tengah Selatan masih menghadapi persoalan perempuan dan kelompok rentan yang memiliki potensi besar untuk menggagalkan terwujudnya Tujuan Pembengunan Berkelanjutan. Persoalan-Persoalan yang berhubungan dengan perempuan dan anak perempuan yang menyulitkan dan berpotensi untuk menggagalkan tercapainya TPB dimaksud adalah : masih tingginya angka kasus trafficking dan korban pekerja migran,  perkawinan anak dibawah usia 18 tahun, Angka Kematian Ibu hamil dan melahirkan yang masih tinggi,   Perempuan belum mendapat kesempatan / akses yang sama dalam mendapatkan lapangan pekerjaan, kekerasan dalam rumah tangga, Anak  Perempuan Putus Sekolah, Perkawinan Anak dibawah umur, dan lain sebagainya yang tentunya akan berkontribusi besar dalam menyumbang tambahan angka kemiskinan.  Kondisi seperti ini menempatkan perempuan dan anak sebagai yang paling  banyak menanggung beban dalam keluarga, sementara perjuangan dan aspirasi terkait dengan persolan-persoalan ini masih sedilkit sekali yang dilakukan di Parlamen baik tingkat nasional maupun lokal. Kondisi ini memaksa perempuan   untuk tampil sebagai pejuang atas tanggungan yang ia pikul, dan untuk hal ini perempuan juga perlu dipersiapkan dengan baik dalam memperjuangkan kepentingan ini dalam kerangka kesetaraan gender dan bersama-sama dengan kaum laki-laki dalam mengupayakan perbaikan kehidupan masyarakat.

Caleg Perempuan bermain peran “Bertemu dengan Konstituen”

Khusus  dalam bidang Politik, kuota 30 % Perempuan masih dirasakan oleh sebagian masyarakat, hanyalah untuk memenuhi persyaratan agar Partai Politik dapat mengikuti Pemilu, dan bukan untuk menghadirkan perempuan dalam kancah politik guna bersaing secara sehat dalam pemilu. Hal lain yang masih dianggap sebagai kekurangan adalah bahwa Perempuan sendiri oleh sebagian besar kaum perempuan dianggap “tidak siap”, baik dari sisi kualitas diri, maupun dari sisi rasa percaya diri untuk maju dan menyuarakan aspirasi masyarakat.  Image ini kemudian dilegitimasi secara sosial oleh masyarakat dan kemudian kurang menjatuhkan pilihan pada kaum perempuan yang maju sebagai Caleg, terlebih jika ada  pengalaman yang “kasuistis” dimana satu atau dua orang perempuan yang setelah terpilih, lalu kurang dapat menyuarakan “aspirasi” dalam lembaga legislatif, kemudian ada “justifikasi” seolah-olah perempuan kurang memiliki kemampuan memperjuangkan aspirasi masyarakat dan pada akhirnya membuat perempuan berada pada “posisi lemah” dalam  menghadapi persaingan diantara kaum laki-laki.  Pelabelan dan justifikasi sosial seperti ini menyebabkan suara Perempuan belum terlalu didengar dalam kancah politik di Kabupaten Timor Tengah Selatan, apalagi dalam perencanaan,pelaksanaan, evaluasi maupun dalam menikmati hasil pembangunan. 

Caleg Perempuan Kabupaten Timor Tengah Selatan berkomitmen untuk bekerja sesuai kebutuhan perempuan, anak, disabilitas, dan kaum marjinal lainnya

Menyadari akan “pelabelan sosial” yang menganggap bahwa perempuan belum siap dalam hal kwalitas dan kapasitas untuk bersaing dengan laki-laki dalam kancah politik, maka diperlukan suatu Lokalatih atau kegiatan yang berhubungan dengan upaya peningkatan kapasitas caleg perempuan agar lebih siap baik dari sisi mental  (rasa percaya diri), maupun dalam sisi kualitas dan kemampuan dalam menghadapi pertarungan politik khususnya pada Pemilu Legislatif 2019  dengan memiliki pengetahuan tentang UU Pemilu No 7 Tahun 2017. Salah satu langkah menyiapkan basisi massa pendukung adalah melakukan pengorganisasian melalui pendidikan pemilih tidak sekedar memahamkan tata cara memilih dalam pemilu 2019 tetapi juga mengintegrasikan nilai-nilai organisasi dan membangun kesadaran pentingnya memenangkan caleg perempuan yang merupakan kader organisasi atau caleg perempuan yang didukung oleh organisasi.

Selain membangun kesadaran dikalangan basis massa pendukung, hal yang tak kalah pentimg dilkukan adalah meningkatkan kapasitas caleg perempuan melalui pelatihan ketrampilan politik perempuan. Sehingga terpilih menjadi legislator perempuan sudah memiliki gambaran yang akan dilakukan selaku perempuan pengambil kebijakan publik.  

NO COMMENTS