Pernyataan Sikap
Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Barat
DISPENSASI PERKAWINAN ANAK DI INDRAMAYU MEMAKAN KORBAN
Y (perempuan) menikah dengan D (Laki-laki) pada tahun 2016. Saat itu, usia keduanya masih di bawah batas minimal yang ditetapkan oleh Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Y (15 tahun) dan D (16 tahun). Oleh karenanya, pihak keluarga mengajukan permohonan dispensasi perkawinan ke Pengadilan Agama Indramayu, dengan alasan keduanya sudah pacaran dan dikuatirkan akan melakukan zinah jika tidak segera dikawinkan. Sejak usia 7 bulan, Y tinggal dengan neneknya, karena ayah Y sudah meninggal dunia dan ibunya bekerja sebagai buruh migran. Majelis Hakim mengabulkan permohonan dispensasi tersebut.
Kini, 2 tahun setelah perkawinan, Y meninggal dengan luka-luka di sekujur tubuh dan kepalanya. Selama perkawinan,Y kerap mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Setelah 5 bulan menikah, Y hamil dan melahirkan secara cesar pada usia kandungan 7 bulan, anaknya Y lahir premature dan hanya bertahan setenga bulan ( anak Y meninggal dunia), selama dua tahun perjalanan rumah tangganya, berkali Y pulang ke rumah neneknya dan mengadukan kekerasan fisik yang dilakukan D pada dirinya. Namun, pada akhirnya Y juga kembali pulang ke rumah mertuanya bersama suaminya.
Hingga pada Jumat, 21 September 2018, pukul 14.17 WIB, saat Neneknya lagi majengan ke tetangga/kerabat mendapat kabar dari keluarganya yang berada di luar negeri, agar segera menengok Y, katanya Y jatuh dari WC/toilet. Neneknya juga dapat kabar juga keponakan & tetangga dari media sosial ( facebook ). Karena D menggunggah foto Y yang sedang tidak sadar, penuh dengan darah di kepalanya melalui akun facebook Y dan menambahkan kalimat, yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan “Mau pada liat tidak, wis parah”. Kemudian Nenek Y langsung berangkat ke rumah orang tua D diantar keponakannya, karena setelah menikah Y tinggal di rumah orang tua D. Sesampainya di rumah orangtua D, Y sudah tidak ada ditempat, kata paman D. Y dibawa kerumah sakit bersama keluarga D. Karena informasi nama rumah sakitnya belum jelas, akhirnya mencari ke dokter dan klinik di desa setempat. Tetapi tidak ada info Y dirawat dimana, akhirnya neneknya pulang ke rumah, setelah pulang disarankan keluarganya agar mencari di RSUD Indramayu. Sesampainya di RSUD Indramayu, Y sudah tidak sadarkan diri diruang IGD. Ada luka dipelipis dan darah di kepalanya, kemudian Y dibawah ke ICU, jam 20.00 Y meninggal dunia. Kemudian Y dibawa kerumah neneknya, sampainya dirumah sudah banyak orang yang menunggu kedatangan Y, ada pemerintah desa dan kepolisian setempat, kemudian keluarga Y melaporkan ke Polsek setempat sekitar pukul 22.00, dan langsung diotopsi ke RS Bhayangkara Indramayu, untuk mengetahui penyebab kematiannya. Otopsi dilakukan karena untuk penyidikan, kemudian pagi hari Y dimakamkan.
Pengalaman Y dan D menunjukan bahwa dispensasi perkawinan kerap diajukan oleh pihak keluarga atas kekuatiran semata. Angka Dispensasi Perkawinan Anak di Pengadilan Indramayu adalah 354 (2016) dan 287 (2017). Mayoritas alasan yang diajukan adalah akibat kehamilan yang tidak diinginkan dan kekhawatiran keluarga terhadap anaknya yang sudah berpacaran/berduaan, khawatir dengan hal yang tidak diinginkan (terjadi kehamilan yang tidak diinginkan).
Padahal dalam perkawinan anak, perempuan rentan menjadi pihak yang mengalami kekerasan. Apalagi jika usia anak perempuan berada di bawah usia suami, memiliki pendidikan rendah, serta minim pengetahuan tentang hubungan yang setara antara laki-laki dan perempuan (UNICEF, 2012). Seperti Y, anak perempuan korban perkawinan anak memiliki kerentanan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, khususnya secara fisik dan psikis, baik dari suami maupun keluarga besar suami.
Koalisi Perempuan Indonesia wilayah Jawa Barat (2017) menemukan anak perempuan mengalami eksploitasi fisik maupun ekonomi. Setelah perkawinan, anak perempuan bekerja mengurus keluarga suami ataupun anak-anak suami dari perkawinannya terdahulu, membantu di sawah atau ladang, ataupun bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Situasi ini menunjukkan bahwa perkawinan anak bukanlah jalan keluar bagi kekuatiran orang tua/keluarga/masyarakat bahwa anak-anak akan melakukan zinah. Pemberian dispensasi perkawinan oleh Pengadilan Agama justru mendorong anak perempuan ke dalam posisi yang rentan dan terlemahkan. Dalam situasi Y, dispensasi perkawinan telah membawanya ke dalam situasi kekerasan dalam rumah tangga, dan diduga kuat telah mengakibatkan kematian Y.
Untuk itu, Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Barat meminta tanggung jawab pemerintah Indonesia untuk melindungi anak-anak dari perkawinan anak. Koalisi Perempuan Indonesia wilayah Jawa Barat dengan ini mendesak :
- Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menyegerakan pembahasan Rancangan Perppu Penghentian Perkawinan Anak, agar Indonesia memiliki payung hukum nasional yang secara tegas menolak perkawinan anak;
- Mahkamah Agung Republik Indonesia, segera membuat panduan yang jelas bagi para Hakim Pengadilan Agama dalam memutus Permohonan Dispensasi Perkawinan Anak, dengan mempertimbangkan Kepentingan Terbaik bagi Anak;
- DPRD Provinsi Jawa Barat Merevisi Peraturan Daerah Nomor 05 tahun 2006 tentang Perlindungan Anak, dan Peraturan daerah Provinsi Jawa Barat No. 9 tahun 2014 tentang penyelenggaran Pembangunan Ketahanan Keluarga, dengan menambahkan aturan tentang pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Indramayu.
- DPRD Kabupaten Indramayu, segera melakukan revisi Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2012 tentang Pencegahan perlindungan dan Pemulihan Perempuan dan Anak sebagai korban tindak kekerasan dikabupaten Indramayu, dengan menambahkan aturan tentang pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Indramayu.
- Kepala Kepolisian Resort Kabupaten Indramayu segera menindaklanjuti laporan Kasus Y, dengan menerapkan prinsip dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Kepada masyarakat Jawa Barat, Koalisi Perempuan Indonesia mengajak segenap pihak untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan atas alasan apapun. Serta mencegah terjadinya Perkawinan Anak di seluruh Provinsi Jawa Barat, khususnya Kabupaten Indramayu. Hentikan membuat alasan untuk mengawinkan anak.
KOALISI PEREMPUAN INDONESIA WILAYAH JAWA BARAT, dan CABANG KABUPATEN INDRAMAYU.
Narahubung:
1. Darwinih, Sekretaris Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Barat (087727747995)
2. Yuyun Khoerunisa, Sekretaris Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Kabupaten Indramayu (087718500056)