Pernyataan Koalisi 18+
Perbaikan Permohonan Judicial Review Pasal 7 (1) UU Perkawinan:
Perempuan Korban Perkawinan Anak Mengalami Diskriminasi di Mata Hukum
Hari ini, 7 Juni 2017, Tim Kuasa Hukum Koalisi 18+ mewakili tiga orang perempuan korban perkawinan anak melakukan sidang atas perbaikan permohonan pengujian Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Perbaikan dilakukan berdasarkan masukan Hakim Mahkamah Konstitusi pada sidang pemeriksaan pendahuluan, tanggal 24 Mei 2017.
Rekomendasi pertama, adalah pendalaman kerugian konstitusional pemohon untuk pasal 27 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45). Tim Kuasa Hukum menambahkan pembedaan batas usia kawin bagi perempuan dan laki-laki jelas telah mengakibatkan perbedaan kedudukan hukum antara laki-laki dan perempuan. Dimana pasal tersebut memberikan peluang batas minimal seorang anak perempuan untuk dapat menikah, padahal pada ketentuan yang sama, anak laki-laki dilindungi dengan mencantumkan batas usia menikah 19 tahun. Selain itu perempuan korban perkawinan tidak mendapatkan hak atas pendidikan yang sama dengan laki-laki. Pasal 7 ayat 1 juga mendiskriminasikan hak perempuan korban perkawinan untuk menentukan pilihan kapan dan dengan siapa mereka menikah, berbeda dengan anak laki-laki yang dapat menentukan pilihannya saat menikah.
Rekomendasi kedua, memilih satu dari dua elemen pasal 27 ayat 1 UUD 45 yaitu elemen yang berbeda di dalamnya, maka Tim Kuasa Hukum menfokuskan pada prinsip “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum”. Dimana Ketentuan a quo menimbulkan pembedaan kedudukan hukum dan diskriminasi terhadap anak perempuan dalam hak kesehatan, pendidikan, dan resiko eksploitasi seksual perempuan.
Rekomendasi ketiga, adalah permintaan komparasi mendalam mengenai batas usia 19 tahun dari beberapa negara. UN CEDAW dan CRC Recommendations on minimum age of marriage laws around the world, November 2013 telah membandingkan usia minimal untuk melangsungkan perkawinan baik laki-laki maupun perempuan di berbagai negara, dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
No. | Negara | Batas Minimal Usia Perkawinan | |
Perempuan | Laki-laki | ||
1 | Algeria | 19 Tahun | 19 Tahun |
2 | Mesir | 18 Tahun | 18 Tahun |
3 | Irak | 18 Tahun | 18 Tahun |
4 | Albania | 18 Tahun | 18 Tahun |
5 | Antigua and Barbuda | 18 Tahun | 18 Tahun |
6 | Azerbaijan | 18 Tahun | 18 Tahun |
7 | Bahamas | 18 Tahun | 18 Tahun |
8 | Belarus | 18 Tahun | 18 Tahun |
9 | Etiopia | 18 Tahun | 18 Tahun |
10 | Yordania | 18 Tahun | 18 Tahun |
11 | Oman | 18 Tahun | 18 Tahun |
12 | Maroko | 18 Tahun | 18 Tahun |
13 | Tunisia | 18 Tahun | 18 Tahun |
14 | Uni Emirate Arab | 18 Tahun | 18 Tahun |
15 | Malawi | 18 Tahun | 18 Tahun |
16 | Nigeria | 18 Tahun | 18 Tahun |
17 | Korea | 18 Tahun | 18 Tahun |
18 | Kenya | 18 Tahun | 18 Tahun |
Rekomendasi keempat, menunjukkan bukti jika usia anak perempuan dinaikkan menjadi 19 tahun apakah praktek perkawinan anak bisa berkurang. Saat ini, negara belum memiliki perlindungan terhadap anak perempuan dari praktek-praktek perkawinan anak. Sehingga para pelaku perkawinan anak belum memiliki aturan yang tegas untuk mencegah perkawinan anak, serta menjadi dasar sanksi hukum bagi para pelaku yang memfasilitasi perkawinan anak. Dalam situasi ini, pembedaan kedudukan hukum antara laki-laki dan perempuan yang secara langsung merupakan bentuk diskriminasi terhadap anak perempuan karena berdampak langsung pada kewajiban Negara antara lain untuk melindungi (to protect), memenuhi (to fullfill) dan menghargai (to respect) hak-hak anak sesuai UUD 1945.
Tim kuasa hukum sudah memasukkan semua masukan hakim dalam isi permohonan dari para pemohon untuk memperkuat tentang kerugian konstitusional yang dialami para pemohon pada 6 Juni 2017. Sebagai argumentasi agar Hakim Mahkamah Konstitusi dapat menyetujui permohonan Tiga Perempuan Korban Perkawinan Anak.
Jakarta, 07 Juni 2017
a/n Tim Kuasa Hukum Koalisi 18+
Ajeng Gandini, SH (083816306080);
Lia Anggiasih, SH (081289823702)
Koordinator Kampanye Koalisi 18+
Freynia, PKBI (08158320406)
Lampiran
Ruang Lingkup Pasal yang Diuji
Ketentuan
|
Rumusan
|
Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan | (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.. |
Dasar Konstitusional yang Digunakan
Ketentuan UUD 1945
|
Materi |
Pasal 27 ayat (1) |
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya
|
Petitum Permohonan
Para Pemohon dalam hal ini memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk dapat memutus hal-hal sebagai berikut:
- Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang-undang yang diajukan oleh Para Pemohon untuk seluruhnya;
- Menyatakan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sepanjang frasa “umur 16 (enam belas) tahun”, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dibaca “umur 19 (sembilan belas) tahun”;