JAKARTA – Sekretariat Jenderal Koalisi Parempuan Indonesia (KPI) Dian Kartika Sari mengusulkan adanya perubahan terhadap batasan usia perkawinan.
Dalam Pasal 7 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, usia perempuan minimal 16 tahun.
“Kami sudah serahkan usulan Perppu ke KSP (Kantor Sekretariat Nagara) Mei 2016 lalu. Sekarang masih dalam pembahasan,” kata Dian, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2017).
Menurut Dian, usia minimal tersebut ada efek negatif bagi perempuan dan anak.
Efek itu di antaranya, tingginya risiko kanker serviks.
Selain itu, Dian menilai, pada usia muda, perempuan cenderung belum memahami konsekuensi dari sistem reproduksi.
Kondisi ini juga dapat mengubah persepsi seseorang terhadap seksualitas.
“Ada yang umur 12. Dia hamil juga enggak tahu, jadinya enggak pernah periksa dokter. Anaknya lahir di kamar mandi dikira buang air besar. Pengaruh juga ke mental. Ada yang membenci, ada yang berubah orientasi (seksual) karena merasa disakiti, ada yang menjadi kebutuhan hidup,” ujar Dian.
Ia menyebutkan, pada tahun 2016 terdapat 750.000 perkawinan anak.
Rata-rata usia perkawinan itu hanya bertahan sekitar dua tahun.
Menurut Dian, pemerintah seharusnya mencontoh kebijakan pemerintah daerah yang telah menaikkan batasan usia perkawinan.
Salah satunya dilakukan oleh Nusa Tenggara Barat. Melalui surat edaran nomor 150/1138/Kum tentang Program Pendewasaan Usia Perkawinan tahun 2015, Pemda NTB merekomendasikan usia perkawinan untuk laki-laki dan perempuan minimal 21 tahun.
Sumber: kompas.com, Penulis : Lutfy Mairizal Putra, Editor : Inggried Dwi Wedhaswary