Jakarta – Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi mengadakan Seminar Pentingnya RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender di Indonesia pada 19 Januari 2017. Seminar ini menghadirkan beberapa narasumber di antaranya Dian Kartikasari (Sekretaris Jendral Koalisi Perempuan Indonesia), Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si, dan Hanifah Muyassarah.
SEKILAS PERJALANAN RUU KEADILAN & KESETARAN GENDER
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) sejak 22 tahun lalu, melalui Undang-undang No. 7 tahun 1984 (UU No. 7/1984). Dalam perjalanan pelaksanaan CEDAW pemerintah Indonesia menyadari masih kuatnya diskriminasi terhadap perempuan di segala bidang pembangunan. Disksriminasi ini mengancam pencapaian keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia.
Pada tahun 2000 Presiden RI, Abdurahman Wahid, mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan (Inpres PUG). Harapannya pembangunan nasional akan mengintegrasikan perspektif gender sejak proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasilnya.
Evaluasi Implementasi Inpres PUG dilakukan pada tahun 2006, dan hasilnya menunjukkan bahwa Inpres PUG belum cukup kuat untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia. Karena Inpres tersebut hanya mengikat eksekutif, tetapi tidak mengikat lembaga-lembaga lain seperti legislative dan yudikatif. Salah satu upaya untuk mendorong komitmen semua lembaga Negara di tingkat nasional dan daerah menerapkan persepktif keadilan gender dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Untuk memperkuat payung hukum Pengarusutamaan Gender, maka tahun 2006 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyusun draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan. Serangkaian konsultasi telah diselenggarakan dan hasil akhir dari berbagai konsultasi menunjukkan bahwa RPP tidak akan berdampak signifikan untuk meningkatkan komitmen lembaga-lembaga Negara dan dibutuhkan Undang-undang sebagai payung hukum. Maka rancangan awal undang-undang Keadilan dan Kesetaraan Gender beserta Naskah akademik disusun pada 2009 dan dibahas hingga tahun 2010. Dokumen ini masih dalam proses penyempurnaan dan belum secara resmi diterbitkan oleh KPPPA.
DPR RI periode 2009 -2014, kemudian menjadikan RUU KKG sebagai RUU inisiatif. Draft RUU KKG selesai disusun oleh Timja pada Agustus 2011, dan dikonsultasikan ke berbagai pihak. Rapat Pleno Baleg DPR (3/9/2014) menyetujui Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) usul Komisi VIII DPR menjadi RUU Usul Inisiatif Komisi VIII, untuk kemudian diteruskan kepada Rapat Paripurna DPR untuk diambil keputusan. Dalam Rapat Pleno Baleg DPR tersebut enam fraksi (yaitu Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Golkar, Fraksi PKB, Fraksi Hanura, Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi PPP) menerima RUU KKG dilanjutkan pembahasannya di Komisi VIII dan diputuskan menjadi RUU Usul Insiatif Komisi VIII serta diteruskan ke Paripurna DPR untuk diambil keputusan. Dua fraksi menolak RUU KKG (Fraksi PKS dan Fraksi Gerindra) dan satu fraksi belum bisa menerima hasil harmonisasi RUU KKG. Keputusan ini hanya beberapa hari sebelum berakhirnya masa jabatan DPR RI periode (2009-2014).
INISIATIF MASYARAKAT SIPIL
Merespon perkembangan prolegnas tersebut, pada tahun 2015 masyarakat sipil kembali mendorong RUU KKG. Diskusi di tingkat masyarakat sipil adalah untuk mengintegrasikan berbagai versi RUU yang sempat dirumuskan. Inisiatif masyarakat ini kemudian mendapat sambutan baik dari pemerintah, melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), untuk menyempurnakan draft Naskah akademik dan RUU KKG. Salah satu kemajuan berarti di tahun 2015 adalah dirumuskan draft 0 naskah akademik RUU KKG. Kerjasama masyarakat sipil dan pemerintah ini menunjukkan pentingnya RUU KKG di Indonesia, setidaknya dilihat dari aspek filosofis, yuridis, dan social-budaya.
Dari aspek filosifis, Pancasila sebagai falsafah Negara merupakan landasan filosofis pentingnya UU KKG, terutama Sila Kedua Pancasila Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Sila Kelima Pancasila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab terkandung makna bahwa keadilan berlaku bagi setiap manusia RUU KKG menempatkan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) sebagai landasan yuridis. Pasal-pasal yang menjadi landasan yuridis RUU KKG adalah pasal 27-34 yang pada intinya menjamin persamaan kedudukan di muka hukum dan Hak Asasi Manusia setiap warga Negara, serta tanggung jawab Negara dalam melindungi dan memberikan perlakuan yang adil semua warga negaranya. RUU KKG merupakan langkah strategis bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk mewujudkan hak asasi setiap warga Negara Indonesia.
Sementara dari aspek sosial dan budaya memaparkan berbagai data dan fakta ketimpangan gender dan diskriminasi terhadap perempuan di segala aspek pembangunan, di perkotaan maupun di pedesaan. Fakta ketimpangan gender sangat nyata dibuktikan oleh data rendahnya akses perempuan terhadap pendidikan, kesehatan, pekerjaan yang layak dan terlindungi serta pengelolaan sumber daya. Data juga membuktikan Rendahnya representasi perempuan dalam lembaga pengambilan keputusan. Disamping itu, berlanjutnya praktek budaya yang mendiskriminasi dan bahkan membahayakan kehidupan perempuan dan anak perempuan serta anak laki-laki, seperti perkawinan anak, sunat perempuan, pengasapan perempuan paska melahirkan dan bayi baru lahir, budaya sifon dan lain sebagainya mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan bagi perempuan dan anak.
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia telah menandatangani dokumen kesepakatan global tentang Sustainable Development Goals (SDG) atau istilah resmi pemerintah adalah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) , yang terdiri dari 17 Tujuan (Goal) dan 169 sasaran (target). Dalam TPB tersebut terdapat satu tujuan, untuk : Mencapai Kesetaraan Gender serta Memberdayakan semua Perempuan dan Anak Perempuan.
Tujuan 5 SDG tentang Mencapai kesetaraan gender serta memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan, memiliki 9 target yaitu :
5.1 Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap semua perempuan dan anak perempuan dimanapun berada.
5.2. Menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan pada ruang publik dan pribadi, termasuk perdagangan manusia (trafficking) serta eksploitasi seksual dan bentuk eksploitasi lainnya
5.3 Menghapuskan semua praktek-praktek yang membahayakan, seperti perkawinan anak, perkawinan dini dan perkawinan paksa serta sunat pada kaum perempuan
5.4. Menyadari dan menghargai pelayanan dan pekerjaan domestik yang tidak dibayar melalui penyediaan layanan publik, kebijakan perlindungan infrastruktur dan sosial serta mendorong adanya tanggung jawab bersama dalam rumah tangga dan keluarga, yang sesuai secara nasional
5.5. Memastikan bahwa semua perempuan dapat berpartisipasi penuh dan memperoleh kesempatan yang sama terhadap kepemimpinan di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi dan masyarakat
5.6. Memastikan adanya akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi serta hak reproduksi sebagaimana yang telah disepakati dalam Program Aksi dari Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan serta Landasan Beijing untuk Aksi dan dokumen hasil dari peninjauan konferensi
5.a. Melakukan reformasi untuk memberikan hak yang sama bagi perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi dan akses terhadap kepemilikan serta kontrol terhadap tanah dan bentuk properti lainnya, layanan finansial, warisan dan sumberdaya alam, sesuai dengan hukum nasional
5.b. Memperbanyak penggunaan teknologi terapan, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, untuk mendukung pemberdayaan perempuan
5.c. Mengadopsi dan menguatkan kebijakan yang jelas serta penegakan perundang-undangan untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan bagi semua perempuan dan anak perempuan di semua tingkatan.
5.1 Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap semua perempuan dan anak perempuan dimanapun berada.
5.2. Menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan pada ruang publik dan pribadi, termasuk perdagangan manusia (trafficking) serta eksploitasi seksual dan bentuk eksploitasi lainnya
5.3 Menghapuskan semua praktek-praktek yang membahayakan, seperti perkawinan anak, perkawinan dini dan perkawinan paksa serta sunat pada kaum perempuan
5.4. Menyadari dan menghargai pelayanan dan pekerjaan domestik yang tidak dibayar melalui penyediaan layanan publik, kebijakan perlindungan infrastruktur dan sosial serta mendorong adanya tanggung jawab bersama dalam rumah tangga dan keluarga, yang sesuai secara nasional
5.5. Memastikan bahwa semua perempuan dapat berpartisipasi penuh dan memperoleh kesempatan yang sama terhadap kepemimpinan di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi dan masyarakat
5.6. Memastikan adanya akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi serta hak reproduksi sebagaimana yang telah disepakati dalam Program Aksi dari Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan serta Landasan Beijing untuk Aksi dan dokumen hasil dari peninjauan konferensi
5.a. Melakukan reformasi untuk memberikan hak yang sama bagi perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi dan akses terhadap kepemilikan serta kontrol terhadap tanah dan bentuk properti lainnya, layanan finansial, warisan dan sumberdaya alam, sesuai dengan hukum nasional
5.b. Memperbanyak penggunaan teknologi terapan, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, untuk mendukung pemberdayaan perempuan
5.c. Mengadopsi dan menguatkan kebijakan yang jelas serta penegakan perundang-undangan untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan bagi semua perempuan dan anak perempuan di semua tingkatan.
Tujuan ke 5 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ini sesuai dengan proses dan upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan Gender yang tengah berjalan di Indonesia. Namun sayangnya proses legislasi RUU KKG di DPRD justru terhenti sejak dilantiknya DPR periode 2014-2019. Meskipun RUU KKG tercantum dalam Prolegnas 2015-2019, namun selama tahun 2015 hingga akhir 2016 tidak ada pembahasan tentang RUU KKG di tingkat pemerintah maupun di tingkat DPR. Bahkan dalam daftar Prolegnas prioritas tahun 2017, RUU KKG tidak ada diantara 49 RUU yang akan dibahas oleh DPR pada tahun ini.
Untuk mendorong kembali komitmen Pemerintah dan DPR serta dimulainya proses legislasi RUU KKG, Koalisi Perempuan Indonesia bermaksud untuk mengadakan Seminar Pentingnya RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender di Indonesia.
Silahkan unduh bahan di bawah ini untuk melihat bahan presentasi
(Gabrella Sabrina)