Jakarta-Koalisi Perempuan Indonesia mengadakan konferensi pers pada 11 Oktober 2015 sebagai pembukaan dari rangkaain Pekan Perempuan Pedesaan. Perayaan Pekan Perempuan Pedesaan akan di adakan di Kendal, Jawa Tengah dan Cabang Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur. Pekan Perempuan Pedesaan yang diadakan Koalisi Perempuan Indonesia bertepatan dengan tiga perayaan yaitu Hari Internasional Perempuan Pedesaaan pada 15 Oktober,  Hari Pangan Sedunia pada tanggal 16 Oktober, dan Hari Internasional Penghapusan Kemiskinan pada 17 Oktober.
Indonesia merupakan negara yang secara kepemerintahan terbagi ke dalam 34 propinsi, 98 Kota, 410 kabupaten, serta 6.793 kecamatan. Struktur kepemerintahan terendah adalah kelurahan serta desa, dan Indonesia memiliki 74.093 desa (Kemendagri 2015). Dengan demikian, desa mendominasi struktur pemerintahan terendah dan dapat diasumsikan sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Desa. Asumsi ini terbukti dengan Data BPS yang menunjukan bahwa pada tahun 2015, 47% penduduk Indonesia tinggal di desa.
Pedesaan merupakan sumber ketersediaan pangan bagi rakyat Indonesia, melalui kegiatan pertanian, kehutanan, peternakan, maupun perikanan. Disamping itu, sumber-sumber alam di desa telah menjadi bahan baku bagi pembangunan, dan memberi sumbangan pada ketersedian oksigen yang mengurangi polusi udara di Indonesia. Dengan demikian, desa merupakan wilayah yang sangat penting bagi Indonesia dan setiap penduduk desa memiliki sumbangan berarti, baik laki-laki maupun perempuan.
Perempuan di pedesaan telah memberikan sumbangan nyata bagi pembangunan dan ketersediaan pangan di Indonesia. Perempuan pedesaan turut serta dalam pembangunan, khususnya melalui program kesehatan masyarakat, serta pendidikan di pedesaan. Selain itu, perempuan-perempuan di desa nelayan, turun ke laut untuk mengumpulkan kerang, membawanya ke pantai, mengupas dan kemudian menjualnya. Perempuan-perempuan petani, bekerja keras mulai dari menanam bibit padi, menyiram, menghalau hama, memanen, serta menjualnya.
Namun, pada kenyataannya peran perempuan pedesaan dalam pembangunan dan ketersediaan pangan belum mendapatkan pengakuan sepenuhnya. Peran perempuan pedesaan masih terbatasi di lingkungan domestic, sehingga partisipasi politik perempuan di tingkat desa masih jauh lebih rendah ketimbang laki-laki. Data Statistik Potensi Desa tahun 2011 mencatat jumlah kepala desa perempuan hanya sekitar 4% dari keseluruhan jumlah desa. Rendahnya angka kepala desa perempuan masih berlaku hingga saat ini.
Lebih jauh lagi, ketika krisis pangan terjadi pada tahun 2006-2008 dan 2010, dimana harga pangan di dunia meningkat dengan tajam dan berdampak pada meningkatnya angka kelaparan dan kekurangan gizi yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Perempuan pedesaan terkena dampak yang paling besar. Hal ini terutama karena perempuan pedesaan secara gender menanggung beban untuk pengasuhan anak. Sehingga sangat mungkin mengurangi jatah pangan dirinya demi tercukupinya jatah pangan anak dan suami. Selain itu, perempuan pedesaan memiliki akses yang rendah atas program pemberdayaan ekonomi dan penghidupan yang layak, serta terasing dari pengetahuan atas teknologi dan infrastruktur.
Kerentanan perempuan pedesaan sejak lama menjadi perhatian masyarakat dunia, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) pasal 14 secara tegas mewajibkan negara-negara peserta untuk “melakukan segala langkah-tindak yang diperlukan untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di daerah pedesaan dan menjamin, atas dasar kesetaraan laki-laki dan perempuan, bahwa mereka dapat ikut serta dalam dan mendapat manfaat dari pembangunan pedesaan. “
Lebih lanjut CEDAW pasal 14 mewajibkan pada negara-negara peserta untuk memenuhi hak-hak perempuan pedesaan, antara lain dalam hak untuk berpartisipasi dalam pembangunan; hak atas pelayanan kesehatan termasuk kesehatan reproduksi; hak atas jaminan sosial; hak atas pendidikan; hak untuk berorganisasi; hak atas penghidupan yang layak; hak atas perumahan dan pemukiman termasuk lingkungan sehat dengan fasilitas dasar yang memadai bagi terciptanya kehidupan yang layak.
Menindaklanjuti Kepedulian PBB terhadap kerentananan perempuan pedesaan, pada tahun 2008 PBB melahirkan sebuah resolusi 62/136 yang secara khusus ditujukan untuk meningkatkan situasi perempuan di wilayah pedesaan (Improvement of the situation of women in rural areas), dan memutuskan pada tanggal 15 Oktober sebagai Hari Internasional Perempuan Pedesaan.
Di Indonesia, kepedulian pemerintah atas perempuan pedesaanpun semakin mewujud dengan lahirnya Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, yang mewajibkan kepala desa mewujudkan kesetaraan gender dan kesejahteraan dalam pembangunan desa. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional pun menegaskan, dalam Agenda Pembangunan ke-5, Membangun Indonesia dari Pinggiran. Hal ini menandakan bahwa pembangunan desa merupakan salah satu prioritas utama pemerintah. Oleh karenanya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) berupaya melakukan sejumlah terobosan untuk menindaklanjuti Agenda Membangun Indonesia dari Pinggiran tersebut. Untuk itu pemerintah daerah dan pemerintah desa perlu mendukung pemerintah nasional dengan mengambil langkah strategis dalam rangka pengakhiran kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan serta pengakuan kepemimpinan perempuan.
Disamping itu, pada 25 September 2015 yang lalu para pemimpin negara telah sepakat menerima Agenda 2030 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebagai agenda global yang akan mulai diterapkan pada 1 Januari 2016 mendatang. Agenda yang memuat 17 tujuan dan 169 target ini, didalamnya terdapat 1 tujuan  yang khusus untuk mewjudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan bagi perempuan di manapun, yaitu tujuan ke-5 yang meliputi 9 target. Lebih dari itu, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan menjadikan kesetaraan gender sebagai prinsip dalam 17 tujuan, yang mencakup 89 target. Hal ini menunjukkan bahwa mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di manapun, termasuk di pedesaan, merupakan agenda prioritas bagi dunia.
Dengan latar pemikiran tersebut, Koalisi Perempuan Indonesia mendedikasikan bulan Oktober kepada perempuan-perempuan di pedesaaan, khususnya untuk mengakui peran perempuan pedesaan dalam pembangunan dan kedaulatan pangan Indonesia, serta kerentaannya dari kemiskinan. Oleh karena itu Koalisi Perempuan Indonesia mengundang masyarakat Indonesia untuk memperingati tanggal 15 Oktober sebagai Hari Internasional Perempuan Pedesaan; Tanggal 16 Oktober merupakan Hari Pangan Sedunia; dan 17 Oktober sebagai Hari Internasional Penghapusan Kemiskinan.
Di tingkat organisasi, Koalisi Perempuan Indonesia akan memperingatinya melalui beberapa kegiatan, yaitu Pekan Perempuan Pedesaan dengan tema “Perempuan pedesaan merebut kembali hak-haknya atas Perlindungan Sosial & Pembangunan Desaâ€. Kegiatan ini akan diselenggarakan di Kendal, pada 15 – 17 Oktober 2015 dan akan dihadiri oleh 150 perempuan-perempuan petani, nelayan dan masyarakat pesisir, serta miskin desa dari wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kabupaten Tangerang, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Bersamaan dengan itu, pada tanggal 16 – 17 Oktober 2015 Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Sumba Tengah akan mengadakan peringatan serupa dengan dialog public, long-march dan doa seribu lilin bagi lingkungan alam.
Kegiatan ini juga merupakan wujud desakan Koalisi Perempuan Indonesia kepada pemerintah, untuk:
- Mengakui peran strategis perempuan dalam pembangunan, serta menjamin hak-hak perempuan untuk turut dalam pembangunan desa dan perlindungan sosial;
- Mengambil langkah-langkah strategis untuk membangun solidaritas antar perempuan pedesaan, termasuk membangun jaringan perempuan UMKM dalam produksi dan pemasaran produk pedesaan;
- Mengambil langkah-langkah strategis dalam pemberdayaan dan peningkatan kepemimpinan Perempuan di Desa.
Jakarta, 11 Oktober 2015
Dian Kartikasari
Sekretaris Jenderal |
Hanifah Muyasarah
Sekretaris Wilayah Jawa Tengah/ Wakil Ketua Panitia Pekan Perempuan Pedesaan |