Koalisi Perempuan Indonesia mendapat kesempatan untuk menghadiri Seminar Perempuan, Eksploitasi Alam, dan Pemiskinan yang diadakan Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia pada Kamis, 17 September 2015.
Kegiatan ini dibuka dengan Orasi Kebudayaan oleh Prof. Sulistyowati Irianto. Dalam orasinya, Prof. Sulistyowati menyampaikan mengenai potret Perempuan Papua, yang diabstraksikan dari dokumentasi yang dihasilkan dari Komnas Perempuan terhadap lebih dari 1700 perempuan yaitu para penyintas kekerasan dan pembela hak asasi manusia.
Dokumentasi karya Sylvana Apituley dengan judul “Anyam Noken Kehidupan” mengangkat noken (buku harian Perempuan Papua), yang berisi keseharian dan menjadi saksi bisu perjuangan Perempuan Papua sebagai sahabat bumi. Perempuan Papua berjuang dengan kondisi alam mereka yang terus digerus oleh kepentingan-kepentingan kapitalisme seperti pembalakan hutan.
Menyedihkan ketika kebijakan membuat pemetaan kawasan hutan tanpa memperhitungkan manusia yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, menyebabkan mereka teralineasi dari ruang hidupnya. Pada beberapa kasus belakangan, memmanfaatkan batang kayu untuk keperluan sendiri, seperti yang sudah berlangsung ratusan tahun dari generasi ke generasi bisa menjadi suatu kejahatan yang digolongkan dalam “perambahan hutan” atau “illegal logging”. Orang-orang miskin di sekitar hutan harus mendekam di penjara, diperhadapkan dalam ruang-ruang pengadilan. Hukum sudah salah sasaran, tidak membidik korporasi pembabat hutan, tetapi orang-orang pemangku bumi di sekitar hutan.
Dampak lanjutannya adalah proses kemiskinan. Dalam suatu penelitian tentang kesehatan perempuan di suatu kampung di Wamena, ditemukan bahwa bayi berumur tiga hari sudah diberi makan ubi yang dikuyah terlebih dahulu oleh ibunya. Dari segi kesehatan hal ini sangat tidak diperkenankan karena ketidaksiapan pencernaan bayi.
Persoalan yang dihadapi Perempuan Papua seperti (1) angka kekerasan domestik yang tak kunjung turun, termasuk yang terkait dengan mabuknya para laki-laki karena miras, (2) angka kematian ibu dan balita yang kerap tinggi, karena minimnya layanan kesehatan bagi ibu dan anak, dan ketiadaan pemahaman tentang anggaran responsif gender yang tidak mengalokasikan dengan tepat biaya kesehatan, (3)prevalensi infeksi HIV (AIDS) Papua yang lebih tinggi daripada angka nasional, termasuk yang disebabkan oleh perilaku seksual para laki-laki, (4) masalah pendidikan yang aksesnya tidak dapat dinikmati secara memadai oleh segenap penduduk (termasuk anak perempuan), atau sistem pendididkan nasional yang kurang tepat dengan konteks geografis, sosial dan budaya penduduk, sehingga potensi pengetahuan dan kearifan lokal tidak termanfaatkan dan mereka dipaksa mengikuti standar pendidikan dan ujian nasional, (5) perlindungan terhadap masalah keamanan & jaminan rasa aman dan nyaman yang diakibatkan oleh konflik (bersenjata) internal maupun eksternal yang berkepanjangan.
Secara umum, hukum dan kebijakan publik yang mengatur soal pemerintahan daerah, pengelolaan sumber daya alam, agrarian, dan bidang-bidang kesejahteraan seperti kesehatan dan pendidikan, kurang memperhitungkan atau memberi perhatian khusus kepada kebutuhan Perempuan Papua. Bagi orang Papua, acauan terhadap hukum adat sangat kuat, sayangnya hokum adat juga mendiskriminasi perempuan. Hukum adat tidak memberi ruang pada perempuan untuk akses keadilan sumber daya alam (tanah) dan harta milik.
Apa yang terjadi di Papua, baik maupun buruk, akan menyumbangkan kepada keadaan kita sebagai suatu bangsa. Kerusakan sumber daya alam di Papua, proses pemiskinan dan hilangnya ruang hidup bagi Perempuan Papua adalah potensi kehancuran kita bersama, bila kita tidak melakukan tindakan apapun.
(GS)
tema yg menarik, memang klo melihat potret kehidupan perempuan papua sangat memprihatinkan.
saya setuju jika rusaknya papua adalah kehancuran kita bersama, sebab itu mari kita serta merta mengupayakan untuk membantu mereka.
Salam keadilan dan demokrasi.
Kalau dari dulu ada kesadaran ini akan lebih baik kawsn
Baguslah itu berarti orang jndonesia mulai sadar bahwa pembangunan yang merata da keadilan jauh lebih demokratis tapi yang lebih penting mereka mulai sadar bahwa papua adalah bagian dr indonesia Amin
Comments are closed.