BALEG bentuk PANJA Revisi UU Perkawinan

0
1287

Badan Legislasi DPR RI Bentuk Panitia Kerja Revisi UU Perkawinan

Badan Legislasi (BALEG) DPR RI telah membentuk Panitia Kerja (PANJA ) Revisi UU Perkawinan untuk menindaklanjuti putusan MK, hal tersebut disampaikan oleh Pimpinan Badan Legislasi (BALEG) sekaligus Pimpinan Sidang dalam rapat pada tanggal 20 AGustus 2019 di Jakarta. Rapat tersebut juga dihadiri oleh ibu Dra. Eva Kusuma Sundari dari Fraksi PDI P sebagai pengusul RUU atas Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Hal tersebut juga mendapat dukungan dari 39 anggota DPR RI yang berasal dari lintas fraksi, di antaranya Dyah Pitaloka (F – PDIP), Rahayu Saraswati (F – Gerindra) dan Endang Maria (F-Golkar). Dalam presentasinya ibu Eva Kusuma Sundari menjelaskan terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengamanatkan para pengambil kebijakan untuk segera melakukan Perubahan terhadap UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pertama terkait batas usia perkawinan, kedua terkait dengan tenggang waktu 3 tahun untuk segera melakukan perubahan. Ibu Eva juga menegaskan “Alangkah malunya kita kalau tidak melakukan perubahan padahal kita diberikan waktu untuk melakukan perubahan”.

Eva Kusuma Sundari  menjelaskan alasan diusulkannya revisi UU Perkawinan berdasarkan landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis. Sasaran dari revisi UU tersebut adalah perubahan Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan. Beliau juga mengaitkan perkawinan anak dengan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional yang mewajibkan adanya wajib belajar 12 tahun. Jika usia pendidikan pertama usia anak masuk Sekolah Dasar di usia 7 tahun maka dengan adanya wajib belajar 12 tahun berarti usia anak untuk mendapat hak atas pendidikannya sampai selesai adalah 19 tahun, sehingga usia 16 tahun dianggap bukan usia yang tepat untuk melakukan perkawinan bagi anak perempuan.

Tanggapan  anggota DPR RI salah satunya  disampaikan Bpk. Taufik dari Partai Nasdem terkait landasan sosiologis yang ada di Indonesia, beliau menyatakan bahwa pandangan usia 16 atau 19 tahun sangat berkaitan dengan situasi di wilayah perkotaan atau diperdesaan, hal tersebut akan sangat berbeda karena bagi masyarakat di pedesaan menganggap bahwa anak berusia 15 tahun sudah dewasa dan dianggap layak menikah, bahkan pandangan mereka bahwa masyarakat ketakutan jika anak perempuannya dianggap tidak laku jika menikah diatas 15 tahun. Oleh karena itu harus memikirkan solusi apabila akan ditetapkan terkait batas usia perkawinan pada anak perempuan. Kekhawatiran juga muncul terkait dengan perkawinan anak, jika dilihat dari sisi psikologis dan mental anak haruslah jadi pertimbangan.

Meskipun banyak perdebatan terkait dengan landasan sosiologis namun anggota Baleg sepakat untuk segera menindaklanjuti Putusan MK terkait peningkatan batas usia perkawinan bagi anak perempuan. Anggota BALEG  juga khawatir apabila menentukan angka tertentu pada batasan usia apakah sudah sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia karena banyak dijumpai di lapangan tingginya perkawinan pada usia anak atau karena hamil sebelum melakukan perkawinan sehingga masih diperlukan dispensasi. Namun perlu dipertimbangkan kembali apakah dengan memberikan dispensasi kepada anak hal tersebut akan memberikan celah dan ketidakpastian hukum sehingga perubahan UU Perkawinan tidak menjadi sia-sia.

Diluar pertemuan, Dian Kartikasari selaku Sekretaris Jendral Koalisi Perempuan Indonesia mencoba menjelaskan bahwa saat ini pihak Kementerian Agama Bahwa Kementerian Agama telah menyelenggarakan pertemuan ahli (Expert Meeting) tentang fiqih usia perkawinan

Berikut adalah 5 Poin penting dalam rapat pembahasan revisi UU Perkawinan:

  1. Baleg setuju untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi dengan melakukan perubahan Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
  2. Baleg telah memutuskan bahwa pembahasan dilakukan di Panitia Kerja (Panja);
  3. Baleg telah memutuskan untuk membentuk Panja dengan Bpk Totok Sudaryanto dari Fraksi PAN sebagai Ketua Panja;
  4. Baleg akan mengirimkan surat kepada fraksi-fraksi di DPR RI untuk menugaskan pihak yang akan menjadi anggota Panja;
  5. Baleg memutuskan untuk mengubah 3 ayat dalam Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yaitu:
    1. Pasal 7 Ayat 1 tentang batas minimal usia perkawinan bagi anak perempuan
    1. Pasal 7 ayat 2 tentang pengetatan pengaturan tentang pengajuan dispensasi, agar tidak menjadi pasal karet
    1. Penambahan ayat yang mewajibkan Pemerintah untuk membuat Peraturan Pelaksana agar Pasal 7 Ayat (1) dan (2) yang telah diubah dapat berlaku efektif.

Jakarta, 21  Agustus 2019

Dian Kartikasari

Sekretaris Jenderal

NO COMMENTS