Surat Terbuka Masyarakat Sipil untuk KEMENAG RI

0
1463

 

Surat Terbuka Masyarakat Sipil Terhadap Menteri Agama:

Digitalisasi Sistem Informasi Managemen Nikah (SIMKAH)

dan Penerbitan Kartu Nikah

 Sebagaimana diberitakan di berbagai media massa, pada 8 November 2018 Menteri Agama Republik Indonesia meluncurkan perubahan kebijakan baru, yaitu penerbitan kartu nikah seperti KTP/ATM, melalui perekaman data perkawinan secara digital berbasis web dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH).

Tujuan dari digitalisasi system Informasi manajemen Nikah (SIMKAH) adalah mengintegrasikan layanan administrasi perkawinan dengan administrasi kependudukan yaitu Aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kementerian Dalam Negeri, dan aplikasi Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) Online (SIMPONI) Kementerian Keuangan. Integrasi system informasi pernikahan dengan system kependudukan dapat mengurangi atau bahkan menghapuskan adanya praktek penipuan perkawinan, karena setiap orang dapat melakukan pemeriksaan apakah pihak yang akan melakukan perkawinan dengan dirinya telah terikat perkawinan dengan pihak lain, atau tidak. Sehingga kasus-kasus seorang laki-laki mengaku lajang dan melangsungkan pernikahan dengan beberapa perempuan di berbagai tempat berbeda tidak sesuai prosedur, secara berangsur dapat dihentikan.

Integrasi system administrasi nikah dengan Sistem Informasi PNPB Online (SIMPONI) diharapkan dapat meminimalisir kebocoran penerimaan negara, karena pelaporan yang tidak akurat atau karena adanya tindak kecurangan dalam penyetoran biaya pernikahan ke dalam kas negara. Sedangkan tujuan penerbitan kartu nikah, sebagaimana disampaikan oleh menteri Agama adalah agar lebih praktis, ringkas, dapat dimasukkan ke dalam dompet. Satu lagi, kartu nikah juga tidak rusak, karena terkena air atau sobek.

Melihat tujuan dan kemanfaatannya, gagasan digitalisasi Sistem administrasi Pernikahan ini, layak diapresiasi. Namun digitalisasi system administrasi pernikahan ini memiliki beberapa titik rawan, antara lain:

  1. Ketidakakuratan data Kependudukan dalam Aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), terutama pada penduduk yang memiliki kesamaan nama dan tanggal lahir. Kasus ketidakcocokan nama penduduk dalam SIAK dan nama Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu, merupakan salah satu contoh bahwa potensi kekeliruan atau ketidakakuratan data, dapat merugikan penduduk untuk menikmati haknya.
  2. Anak-anak, khususnya anak perempuan yang menjadi korban praktek perkawinan anak, semakin tidak terlindungi, dari praktek penipuan perkawinan, karena anak-anak ini belum memiliki KTP-elektronik. Peraturan tentang kependudukan mengatur bahwa Anak yang belum berusia 17 tahun dan  telah melangsungkan perkawinan, diwajibkan memiliki KTP paling lambat 14 hari setelah melangsungkan perkawinan. Faktanya, setelah batas waktu kewajiban mengurus KTP tersebut berakhir, masih banyak anak perempuan di bawah 17 tahun yang berstatus kawin, tidak memiliki KTP.
  3. Keterbatasan sumber daya, terutama keterbatasan sumber daya manusia untuk memasukkan data dan mengoperasikan perangkat Teknologi informasi serta keterbatasan Perangkat Teknologi informasi dan jaringan internet, merupakan rintangan yang harus diperhitungkan dan dicarikan solusinya secara tepat, agar tidak terulang sebagaimana kasus KTP elektronik.
  4. Adanya Potensi diskriminasi dalam penataan SIMKAH. Sejak diluncurkannya Kartu Nikah dan SIMKAH, Kementerian Agama hanya menyebutkan keterkaitan Kartu Nikah dan SIMKAH dengan Kantor Urusan Agama (KUA), yaitu perkawinan yang dilakukan secara Islam dan tidak membahas SIMKAH yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan lain. Sehingga belum ada kejelasan, apakah digitalisasi SIMKAH ini berlaku untuk semua agama dan kepercayaan, atau hanya berlaku bagi yang beragama Islam. Jika layanan ini hanya berlaku bagi yang beragama Islam, maka hal ini berarti negara melakukan diskriminasi terhadap pernikahan yang dilakukan dengan cara selain agama Islam.

Lebih dari itu, digitalisasi system Informasi manajemen Nikah (SIMKAH) belum menjawab persoalan krusial terkait perkawinan anak. Kementerian Agama seharusnya memperkuat peran KUA sebagai lembaga yang bertugas menikahkan dan mencatatkan perkawinan. Pengalaman petugas KUA di 5 Kabupaten (Bogor, Sukabumi, Cirebon, Indramayu, Bandung) di Jawa Barat menunjukkan bahwa selama ini tidak ada perlindungan hukum yang cukup kuat untuk mereka dalam pencegahan perkawinan anak. Selayaknya Kementerian Agama mengutamakan kebijakan yang lebih strategis untuk mengatasi pencegahan perkawinan anak di Indonesia.

Patokan kebijakan yang selama ini digunakan para petugas KUA masih kepada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Padahal usia 16 tahun, adalah usia yang belum cukup matang untuk menjalani pernikahan. KUA juga sering menjadi sasaran kemarahan masyarakat, bila memberikan saran untuk menunda perkawinan, hingga mempelai perempuan mencapai usia 18 tahun.

Bagi penduduk beragama Islam, ketentuan mengenai dispensasi ini diatur lebih lanjut pada Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 tentang Kewajiban Pegawai-Pegawai Nikah dan Tata Kerja Pengadilan Agama Dalam Melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan Bagi yang Beragama Islam. Namun, pertimbangan memberikan dispensasi oleh Pengadilan Agama berdasarkan Pasal 13 ayat (3) peraturan ini, hanya disandarkan pada keyakinan hakim tanpa memberikan penjelasan dalam kejadian seperti apa dispensasi tersebut dapat diberikan.

 

Kegagalan dalam menetapkan alasan agar dispensasi juga terjadi dalam Kompilasi Hukum Islam. Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa dispensasi dapat diberikan untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga. Namun ketentuan ini tidak menjelaskan kriteria tentang kemaslahatan rumah tangga yang dimaksud, serta pihak yang menentukan kemaslahatan suatu rumah tangga, dan apakah anak yang menjadi mempelai pada perkawinan tersebut mengerti konsep kemaslahatan yang dimaksud.

Oleh karenanya, melalui surat ini, kami menyampaikan kepada Menteri Agama, bahwa kami:

  1. Mendukung penataan dan digitalisasi Sistem Informasi Managemen Nikah (SIMKAH) yang inklusif dan berkeadilan bagi semua warga di semua wilayah, selama Kementerian Agama dapat memastikan keakuratan data kependudukan Indonesia, sistemnya dapat mengatasi kendala teknologi seperti yang dialami E-KTP, serta mengakomodasi keberagaman agama dan kepercayaan;
  2. Meminta ketegasan dalam mengambil kebijakan kementerian yang lebih strategis dalam kerangka pencegahan dan penghapusan perkawinan Anak,
  3. Memberikan peningkatan kapasitas kepada petugas KUA untuk dapat melakukan pendekatan persuasif kepada orang tua dan calon pengantin agar tidak menikah di bawah 18 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki,
  4. Kementerian agama melakukan pemetaan dan pengawasan kepada petugas KUA yang mencatatkan perkawinan anak,
  5. Menciptakan program pendampingan dan ketahanan bagi anak – anak yang sudah terlanjur menikah, terutama terkait dengan pendidikan dan kesehatan.

 

Jakarta, 15 November 2018

Organisasi dan Individu Peduli #StopPerkawinanAnak

Narahubung :

Lia Anggiasih (081289823702)

Maidina Rahmawati (085773825822)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Surat terbuka ini didukung dan disampaikan bersama oleh :

  1. Sekretariat Nasional Koalisi Perempuan Indonesia
  2. Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Barat
  3. Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Aceh
  4. Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Barat
  5. Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Timur
  6. Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Bengkulu
  7. Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DKI Jakarta
  8. Koalisi Perempuan Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta
  9. Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Tengah
  10. Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Indramayu
  11. Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Cirebon
  12. Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Bogor
  13. Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Sukabumi
  14. Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Bandung
  15. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
  16. ECPAT Indonesia
  17. SAPA Indonesia
  18. Jaringan Aksi Remaja
  19. RUMAH KITA BERSAMA
  20. PC LKKNU Indramayu
  21. Dr. Titiek Kartika Hendrastiti (Universitas Bengkulu)
  22. Mutia Hamida – Pengusaha kecil, Jombang Jawa Timur
  23. Achmat Hilmi
  24. Hanifah Haris
  25. Ririn Sefsani
  26. Yuyun Khoerunisa
  27. Darwinih
  28. Fatimatuzzahro
  29. Mimin Purwanti
  30. Dina Melyanih
  31. Laely Khiyaroh
  32. Nurlaeli
  33. Rokhiyyah
  34. Anieq Ro’fah
  35. Arzeti
  36. Asiyah
  37. Saida Nafisah
  38. A. Diana Handayani, Cimahi
  39. Yanis nurliawati
  40. Risnanie sundari
  41. Heti susanti
  42. Tuti teja
  43. Yais safitri
  44. Meysi
  45. Rini
  46. Sri Agustini, Bandung
  47. Feny Illia. Y
  48. Nunung
  49. Nurkomariah
  50. Eva Yohana
  51. Yuyun Suryani
  52. Yeyen Iriani
  53. Eneng Sadiah
  54. Choletta Yetti Ani
  55. Siti Julaeha
  56. Reni Rosmawati
  57. Nenti Sri Sundari
  58. Yuyun
  59. Mimah
  60. Ressi
  61. Indri Nurjanah
  62. Raisa Octavia
  63. Sinta Bella
  64. Yanis Nurliawati
  65. Risnanie
  66. Heti Susanti
  67. Tuti Teja
  68. Yais Safitri
  69. Meysi
  70. Rini
  71. Dini
  72. Riseu
  73. Titin
  74. Cica
  75. Feni
  76. Karina
  77. Desinta
  78. Imas
  79. Novi
  80. Evany Claura
  81. Selly Sembiring
  82. Irna Riza
  83. Wiwik Afifah
  84. Mike Verawati
  85. Dharmawati Ningsih (Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Dompu)
  86. Andi Irma
  87. Lilik Agustianingsih
  88. Halimah Ginting
  89. Asiah (Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Lombok Utara)
  90. Nining Herawati (Dompu)
  91. Endah Puspitanti
  92. Yuda Irlang
  93. Pinky Saptandari
  94. Misiyah
  95. Rovi Husnaini
  96. Elita Sari Dewi
  97. Nurul Fatonah
  98. Rif’atun
  99. Juminarti
  100. Sri Agustini
  101. sutipah jember
  102. kpi cabang jember
  103.  S. Istianah
  104. Forum Mothercare Tuban
  105. Plasma Jawa Timur
  106. Devi Febriana
  107.  Saras Dumasari
  108. Dwi putri mayangsari
  109. Fifi Jombang
  110. Forum Mothercare jombang
  111.  Siti Mahfiyah
  112. Faizah Azizi
  113. Noor naba’iyah
  114. YANTI
  115. Zakiyatul Munawaroh
  116. ema kemalawati
  117. rosienah KPI Sumenep
  118. alfianda mariawati
  119. Dewi Astuti
  120. Kpi cab jombang
  121. kpi cabang Blitar
  122. farida masrurin
  123. Wahyuning Asri Jombang
  124. suparni  kpi sumenep
  125.  hasbiyah kpi sumenep
  126. Juwairiyah kpi sumenep.
  127.  Gisma caterina s
  128. Umamah malang
  129.  kpi cabang malang
  130. Rurun Peprida KPI Tuban
  131. Nurul Sugiyati
  132.  Siti Mukama Bondowoso
  133. Wike Wijayanti
  134. Mershinta Ayu
  135. Rahmadani
  136. Nadifatul Khoiroh
  137. Vincentia K. D.
  138. Ria Angin, Jember
  139.  dani noviandari rahayu jember
  140. sri lestari jember
  141. Nindyana Rikha
  142. Zeni wati
  143. esi Fatmawati Bondowoso
  144. Yenik Wahyuningsih
  145. Kustin S
  146. Dewi Frenti
  147. nilam jember
  148. maria ulfa jember
  149. Sakti Peksos kab Blitar
  150. Titin Dwi
  151. Anin Khoirunnisa
  152. Titin Swastinah
  153. Nafidatul himah
  154. Rohana jombang
  155. Fauzia Tiaida
  156. LBH Pelangi Mataram
  157. LBH Kawal Keadilan Mataram
  158. Tanty Herida , Sumatera Barat

 

 

 

 

 

NO COMMENTS