Apa yang kamu ketahui tentang media digital? Pernah baca kisah seorang anak yang diculik karena informasi pribadi seperti sekolah atau alamat rumah beredar di sosial media? Pernah dengar penyalahgunaan foto anak-anak artis di internet? Atau pernah bermusuhan dengan kawan sejawat karena memiliki berkomentar yang berseberangan misalnya tentang agama atau politik?
Bagi anggota Koalisi Perempuan Indonesia media digital tentu dapat membantu kita untuk kerja-kerja advokasi seperti kampanye meningkatkan kesadaran publik tentang Kepemimpinan Perempuan, Kesetaraan Gender, Stop Perkawinan Anak, Jaminan Kesehatan Nasional untuk Semua atau bahkan menjadi musuh dalam mencapai tujuan bila salah strategi dalam menggunakannya. Hal terpenting untuk dipahami dan diingat adalah manusia harus lebih pintar dan bijak dalam menggunakan digital media. Digital media harus dipahami sebagai media perantara untuk berkomunikasi dan terkadang merupakan pesan itu sendiri. Butuh kesadaran penuh akan dampak yang akan ditimbulkan dari informasi yang kita sebar.
Koalisi Perempuan Indonesia berkesempatan menghadiri acara Penyusunan Panduan Edukasi Literasi Media Digital bagi Perempuan dalam Rangka Penguatan Ketahanan Keluarga yang diadakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 11 April 2018 di Jakarta.
Kegiatan ini berlangsung dengan tujuan memberi pamahaman kepada masyarakat khususnya perempuan untuk dapat menjadi kunci dalam menerapkan karakter cerdas menggunakan media bagi keluarga. Tak hanya itu, acara ini juga memberi kesempatan kepada organisasi-organisasi masyarakat untuk memberikan masukan terkait dengan materi edukasi “Literasi Digital bagi Perempuan dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Keluarga” yang sedang disusun oleh KPPPA bersama dengan ICT Watch.
Acara dibuka dengan penjelasan mengenai Kebijakan Pengasuhan Berbasis Hak Anak dan Ketahanan Keluarga oleh Rohika Kurniadi Sari, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan, Keluarga, dan Lingkungan KPPPA. “Pola pengasuhan penting untuk ibu dan calon ibu, melalui media digital ibu dan calon ibu dapat menjadi agen dalam penguatan ketahanan keluarga,” ungkap Rohika Kurniadi Sari. Rohika Kurniadi Sari menjelaskan bahwa KPPPA mendapatkan mandat sejak 23 Januari 2016 mengenai NOMENKLATUR Pengasuhan, Keluarga, dan Lingkungan dalam Bidang Tumbuh Kembang Anak.
Pesatnya perkembangan teknologi dan media mengubah pengetahuan manusia, termasuk anak. Jika pada tahun 1990-an banyak anak bercita-cita menjadi dokter, pilot, dan insiyur. Namun memasuki tahun 2010 ke atas cita-cita anak semakin beragam dan juga mengejutkan. Cita-cita tak hanya terbatas pada profesi mainstream seperti dokter, perawat, guru, atau artis. “Kini ada anak yang ingin menjadi social media influencer seperti insagramer atau youtuber. Lebih mengherankan lagi saya diceritakan tentang kondisi di suatu daerah terdapat 7 orang anak laki-laki yang bercita-cita bunuh diri, bahkan mereka tidak paham apa arti bunuh diri,” ungkap Rohika.
Adanya fenomena cita-cita yang membuat merinding ini tak lepas dari paparan media misalnya film atau permainan yang ada di ponsel. Sebagai orang dewasa sudahkah kita melihat atau mengecek konten media yang dikonsumsi oleh anak-anak kita? Atau sudahkah kita cerdas dalam menyaring dan membagi informasi di media digital seperti media sosial kita seperti Facebook, Twitter, atau Instagram?
Memahami adanya kebutuhan keluarga untuk belajar mengenai keluarga setara dan sesuai hak anak, dinas PPPA bekerja sama dengan pemerintah daerah mengadakan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Hingga kini PUSPAGA yang bertujuan sebagai unit layanan preventif dan promotif yang dikelolah oleh sarjana psikologi ini menyediakan psiko-edukasi untuk keluarga, mengadakan kelas ayah, kelas ibu, dan sebagainya. PUSPAGA berada di tiga provinsi dan 37 kabupaten kota (seperti Solo, Dumai, dan Rembang).
Tantangan Orangtua di Era Digital
Kemudahan akses internet merubah segala jenis komunikasi dan informasi di dunia, dampaknya tak hanya sampai di dunia digital/maya tetapi akan berdampak kepada interaksi di dunia nyata. Orangtua perlu untuk mendampingi anak belajar dengan sambungan internet serta bagaimana berperilaku yang pantas dan aman di dunia maya.
Adanya internet membuat seluruh orang di dunia dengan koneksi internet dapat terhubung, dengan adanya kebebasan koneksi tanpa aturan ini orangtua perlu membuat aturan yang disepakati bersama anak dalam menggunakan internet.
Tantangan terbesar dengan adanya media digital dan teknologi adalah anak akan lebih cepat belajar menggunakan media digital dibanding dengan orangtua, maka orangtua juga tidak boleh kalah dalam hal ingin belajar, orangtua harus menambah wawasan tentang internet agar dapat terlibat dalam kehidupan anak di ranah maya.
Dengan adanya koneksi internet mengubah dunia menjadi use-generated content (UGC), dimana konsumen informasi juga dapat menjadi produsen/pembuat konten informasi, segala macam jenis konten buatan pengguna dari mana saja dapat dipublikasikan secara terbuka dalam sebuah sistem. Hal ini yang akan sangat berbahaya bila orangtua tidak mengawasi atau peduli dengan konten informasi yang dikonsumsi oleh anak. Peran orangtua sangat penting untuk mendorong anak agar dapat berpikir kritis sebelum menyebarkan informasi, misalnya menanyakan kepada anak darimana dia mendapat informasi, apa gunanya informasi tersebut disebarkan, hingga dampak bila informasi personal disebarkan begitu saja di dunia maya.
Interaksi antara anak dan orangtua juga harus berbasis kepercayaan dan kebebasan, jika anak menginginkan kebebasan carilah celah agar anak tidak merasa selalu diawasi atau dikekang kebebasannya. Namun sebagai orangtua kita harus memberi perlindungan kepada anak dengan tetap menjadi pengendali utama ketika anak menggunakan teknologi di era digital.
Cara Orangtua Untuk Menyaring Informasi Dunia Digital
- Fitur save search di google
- Aplikasi parental control, keunggulannya adalah konten yang dicari/disearch anak bisa disaring. Untuk aplikasi parental control (terutama yang berbayar) dapat mengirimkan data mengenai informasi apa saja yang dicari anak ke email orangtua.
- Bila menemukan konten negatif orangtua dapat melaporkan (report) ke Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Facebook, dan Youtube. Youtube akan memberi perhatian khusus pada institusi-institusi yang melaporkan konten negatif seperti ICT Watch, laporan bisa disampaikan dengan memberi tahu link atau judul konten negatif via email ke flag@ictwatch.id
Pengasuhan di era digital
- Jaga komunikasi dengan anak, orangtua harus menganggap anak adalah manusia yang berakal budi
- Orangtua harus membekali diri dengan pengetahuan dan harus terus belajar mengenai dunia digital dan dampaknya bagi anak, jangan lupa gunakan aplikasi Parental Control dan batasi penggunaan teknologi digital maksimal 2 jam sehari. Dorong anak untuk berinteraksi di dunia nyata dan bermain di luar untuk melatih saraf motorik / kinestetiknya.
- Orangtua harus sadar bahwa dunia digital berdampak buruk bagi anak misalnya anak akan kecanduan, mengakses konten negatif, menjadi sasaran atau pelaku dari Pelanggaran Privasi; Cyber Bullying; Kekerasan Seksual di dunia maya; hingga terpapar paham Radikalisme
- Buat aturan dasar terkait internet di rumah menjadi teman dan ikuti anak di media sosial
- Jelajahi, berbagi dan rayakan bersama ketika menggunakan teknologi dan informasi yang bermanfaat misalnya memasak bersama anak dengan mencari resep di internet
- Jadilah panutan digital yang baik bagi anak dengan membagi informasi yang berguna dan tidak mengandung kekerasan serta mengandung diskriminasi SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan)
Menjaga Privasi Anak di Dunia Digital
- Jangan sembarangan membagi data pribadi orangtua dan anak di Internet seperti alamat sekolah, jadwal sekolah, alamat rumah, nomor telepon, dan sejenisnya.
- Gunakan password yang kuat dengan kombinasi hurud dan angka, jangan gunakan yang mudah di tebak.
- Jangan membagi password kepada siapapun
- Jangan lupa logout jika menggunakan computer di tempat umum
- Hati-hati dengan situs atau akun media sosial palsu, pastikan foto dan interaksi di akun tidak mencurigakan
- Periksa aturan privasi di media sosial yang digunakan
Contoh kasus yang terjadi dengan maraknya promosi melalui sosial media, terkadang orangtua lupa mengenai privasi data. Misalnya ada lomba foto bayi dengan peraturan diharuskan mencantumkan nama, umur, hingga domisili bayi. Hal ini akan membuat anak rentan diambil data pribadinya bahkan bisa jadi sasaran penculikan atau kejahatan. Tak hanya itu orangtua juga harus memperhatikan privasi data anak misalnya sebelum membagikan foto anak di media sosial coba tanyakan kepada anak bolehkah kita membagi fotonya, atau lebih baik jangan membagi foto-foto bersifat pribadi misalnya ketika anak tak memakai pakaian atau melakukan hal-hal yang orangtua anggap lucu. Informasi yang orangtua sebar melalui sosial media otomatis akan dikonsumsi juga oleh khalayak di sosial media, jadi saring sebelum sharing.
-Gabrella Sabrina