PERNYATAAN KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TENTANG PENGGUNAAN HAK ANGKET DPR TERHADAP KPK

0
1512

“PANSUS HAK ANGKET UNTUK KPK ILEGAL, HARUS DIDELGITIMASI”

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah membentuk  Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

DPR RI menyatakan bahwa Hak Angket merupakan Hak DPR yang dijamin oleh Undang Undang Dasar (UUD1945) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Benar bahwa Pasal 20A ayat (2) UUD1945 mengatur bahwa DPR memiliki Hak mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Penggunaan Hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat, telah diatur dalam Pasal 79 UU MD3.

Pasal 79 Ayat (2) UU MD3 menyatakan bahwa :

Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan  Pemerintah yang  berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian jelas Subyek Hukum yang dapat dikenakan Hak Angket oleh DPR adalahPemerintah. Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi, bukanlah pemerintah atau bagian dari pemerintah.

Pasal 3 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa :Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Sehubungan dengan penggunaan Hak Angket oleh DPR yang ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut, Koalisi Perempuan Indonesia menyatakan sebagai berikut:

DPR telah nyata-nyata tidak patuh terhadap Undang-undang  MD3 yang disusunnya bersama pemerintah.

DPR tidak memahami peran dan kewenangannya terhadap Lembaga-lembaga Negara di Indonesia, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi

DPR,khususnya Pansus Hak Angket,  tidak mampu membedakan antara Lembaga Pemerintah dan Lembaga Negara. Hal ini merupakan hal paling memalukan dalam sejarah keberadaan DPR.

DPR, telah melakukan penyalahgunaan Hak, karena Hak angket harusnya ditujukan kepada pemerintah. Bukan kepada KPK.

Pansus Hak Angket DPR adalah pansus yang bersifat illegal, karena tidak sesuai dengan Undang-undang dan harus segera dibubarkan.

KPK sebagai lembaga Negara wajib tunduk kepada undang-undang yang membentuknya. Oleh karenanya KPK tidak boleh dan tidak dibenarkan hadir dalam setiap rapat Pansus Hak Angket DPR untuk KPK.

Sebagai bagian dari Pendidikan Politik bagi setiap warga Negara Indonesia, termasuk pendidikan bagi anggota DPR yang tidak memahami hukum yang telah dibentuknya, maka KPK wajib tidak hadir dalam rapat Pansus Hak Angket.

Ketidakhadiran KPK pada Rapat Pansus Hak Angket DPR, harus dimaknai sebagai tindakan mendelegitimasi penyalahgunaan Hak yang dilakukan oleh DPR.

Pemerintah, seharusnya menolak pengalokasian dana APBN untuk Hak Angket yang rencananya akan membutuhkan dana APBN sebesar Rp. 3 (tiga) milliard, karena Pansus Hak Angket adalah pansus illegal. Tidak memiliki dasar Hukum.

Seluruh Warga Negara Indonesia sebagai Pembayar Pajak harus menyatakan keberatannya atas penggunaan dana APBN sebesar Rp.3 (tiga) milyard untuk Pansus Hak Angket illegal.

Koalisi Perempuan Indonesia akan mencatat Partai-partai dan nama-nama anggota Pansus Hak Angket KPK, untuk disebarkan kepada masyarakat dan anggota Koalisi Perempuan Indonesia, agar tidak memilih individu-individu dan partai –partai tersebut pada Pemilu 2019 nanti, karena mereka adalah bagian dari perusak tatanan hukum yang berlaku di Indonesia.

 

Jakarta 24 Juli 2017

 

Dian Kartikasari, SH

Sekretaris Jenderal

NO COMMENTS