Siaran Pers Hari Perempuan Internasional 2017

0
1716

Pernyataan Koalisi Perempuan Indonesia

Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2017

 

“Pengesahan RUU KKG: Wujud Janji Negara Menghapus Ketimpangan Gender”

 

Pada 8 Maret 1978, Persatuan Bangsa-bangsa memutuskan tanggal 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional. Saat itu perempuan dunia menyadari adanya ketimpangan gender dan telah terinternalisasi dalam pola, prilaku, serta sistem di masyarakat dan negara. Akibatnya, perempuan mendapatkan upah murah, rentan menjadi korban pelecehan seksual dan perkosaan, menanggung beban berlapis, serta melakukan pekerjaan pengasuhan tanpa upah.

 

Kini, 39 tahun kemudian ketimpangan gender masih terjadi. World Economic Forum dalam Laporannya tentang Global Gender Gap Index (2016) menunjukan bahwa Indonesia berada di ranking 88, jauh di bawah Laos (43) dan Singapura (55) sebagai sesama negara di Asia Tenggara. Di antara kriteria-kriteria yang disebutkan, perempuan Indonesia masih memiliki ketimpangan dalam angkatan kerja muda, dimana perempuan muda yang tidak bekerja atau bersekolah jauh lebih tinggi dari laki-laki. Sebaliknya angka perempuan yang bekerja untuk mengurus rumah tangga dan keluarga jauh lebih tinggi dari laki-laki.

 

Ketimpangan gender juga terlihat dalam keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan publik. Di DPR RI hanya ada 17.32 persen perempuan anggota parlemen, sementara untuk DPD adalah 25 persen. Hampir sama dengan jumlah anggota parlemen perempuan di DPRD Provinsi (16 persen), dan DPRD Kabupaten/Kota (14 persen). Demikian pula keterwakilan politik perempuan sebagai kepala daerah, pada tahun 2015 dari 1.646 calon kepala daerah 123 di antaranya adalah perempuan, dan hanya 46 perempuan yang terpilih menjadi kepala daerah. Angka ini menurun pada tahun 2017, dari 614 calon kepala daerah jumlah perempuan hanya 44 orang.

 

Ketimpangan gender memberikan kerugian utama pada perempuan dan anak perempuan, meski demikian pembedaan peran dan tanggung jawab tersebut, sesungguhnya berpotensi merugikan laki-laki. Seperti misalnya, belum diaturnya hak cuti kelahiran anak bagi para bapak, mengakibatkan laki-laki kehilangan kesempatan menjalankan fungsinya dalam pengasuhan anak di tiga bulan pertama. Selain itu, Undang-undang Perkawinan menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah utama, dan perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga dan pencari nafkah tambahan, ketentuan ini mengakibatkan laki-laki cenderung menjadi rendah diri ketika gagal memenuhi peran tersebut. Situasi-situasi ini menunjukkan adanya pembedaan peran, kesempatan, hak-hak, dan perlakuan antara laki-laki dan perempuan.

 

Tanpa ada komitmen nyata dari negara, kesetaraan gender, tidak akan pernah terwujud. Oleh Karenanya, Negara perlu mewujudkan kebijakan yang menjamin Kesetaraan dan Keadilan Gender melalui pengesahan Rancangan Undang-undang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG). Perjalanan panjang RUU KKG dimulai sejak Presiden RI, Abdurahman Wahid, mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan (Inpres PUG).  DPR RI periode 2009-2014 dan DPR RI periode 2014-2019  memutuskan RUU KKG masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas).  Sayangnya, hingga akhir periode tersebut, pembahasan RUU KKG belum selesai. Bahkan DPR RI Periode 2014-2019 belum pernah sama sekali membahas RUU KKG. Situasi ini menunjukkan lemahnya komitmen DPR RI periode 2014-2019 dalam menerbitkan undang-undang yang menjamin terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender.

 

Indonesia membutuhkan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (UU KKG) untuk menghapus secara bertahap ketimpangan gender, dengan menjamin kesempatan, hak-hak, perlakuan yang sama bagi laki-laki dan perempuan, serta pemberian perlakuan khusus bagi gender yang mengalami ketertinggalan baik di lingkup domestik maupun publik.

 

RUU KKG dapat menjadi pendorong masyarakat untuk dengan memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Pemberian kesempatan yang sama yang dimaksud adalah untuk membuka luas kesempatan bagi perempuan dan laki-laki mengembangkan minat dan bakatnya, serta memberikan sumbangan pada keluarga sesuai dengan kemampuannya. Termasuk pemberian kesempatan dan hak yang sama dalam pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan, pembagian kekuasaan, dan pengambilan keputusan dalam keluarga.

 

RUU KKG dapat meminta komitmen pemerintah , lembaga-lembaga negera, dan lembaga-lembaga swasta untuk menciptakan kebijakan dan program yang menjamin persamaan akses dan kesempatan berdasarkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dibidang Hak Sipil dan Politik dan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

 

Perlakuan khusus sementara perlu dilakukan bagi kelompok yang selama ini masih tertinggal. Koalisi Perempuan Indonesia mengidentifikasi bahwa perempuan penyandang disabilitas mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan tidak menikmati hak-haknya karena Negara dan lembaga penyedia layanan tidak menyediakan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Bagi perempuan disabilitas, RUU KKG memberikan ruang untuk memberikan perlakuan khusus.

 

Perlakuan khusus sementara juga perlu diberikan untuk mendorong peningkatan jumlah dan kualitas perempuan di posisi  pengambilan keputusan, untuk mendorong terwujudnya keseimbangan gender dalam posisi pengambilan keputusan, sehingga melahirkan kebijakan dan program yang mengakomodir pengalaman dan kebutuhan laki-laki dan perempuan.  Perlakukan Khusus Sementara tersebut perlu diwujudkan dalam kebijakan yang memastikan jaminan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan di parlemen, di kementerian, dinas-dinas dan atau lembaga Negara, di kepengurusan partai politik, serikat buruh dan berbagai kelembagaan lainnya.

 

Pemerintah Indonesia telah menyatakan janjinya untuk mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia sejak ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan melalui Undan-undang No. 7 tahun 1984.  Pada tahun 2015, janji tersebut diperkuat dengan mengadopsi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dimana dalam Tujuan 5 Target 5c. Merekomedasikasn negara untuk Mengadopsi dan menguatkan kebijakan yang jelas serta penegakan perundang-undangan untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan bagi semua perempuan dan anak perempuan di semua tingkatan.

 

Oleh karenanya, dalam rangka peringatan hari Perempuan Internasional ini Koalisi Perempuan Indonesia meminta negara untuk mewujudkan janjinya menghapuskan ketimpangan gender di Indonesia, dengan mengambil langkah-langkah berikut:

 

  1. Memasukkan kembali RUU Keadilan Dan Kesetaraan Gender ke dalam Daftar Prioritas Legislasi Nasional untuk tahun 2018;
  2. Menindaklanjuti pembahasan RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender secara komprehensif di tingkat pemerintah, dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai koordinator.

 

Koalisi Perempuan Indonesia juga mengajak segenap masyarakat Indonesia untuk bersatu, melintasi perbedaan jenis kelamin, gender, orientasi seksual, agama, suku, kelas, maupun profesi, demi mewujudkan kesempatan, hak-hak, dan perlakuan yang sama bagi setiap warga negara, serta Indonesia yang lebih adil dan demokratis.

 

Akhir kata, kami mengucapkan Selamat hari perempuan Internasional.

 

 

Dian Kartika Sari

Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia.

 

 

 

 

NO COMMENTS