Perempuan dan Akses Keadilan

0
4955

Koalisi Perempuan Indonesia mendapat kesempatan untuk menghadiri Seminar Perempuan, Eksploitasi Alam, dan Pemiskinan yang diadakan Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia. Seminar ini turut membahas mengenai Perempuan, Akses Keadilan, dan Pemiskinan.justice2

Prof. Tapi Omas Ihromi menyampaikan pengalamannya melihat dan menangani berbagai diskriminasi oleh perempuan. “Saya pernah mendengar cerita kalau orang Batak akan lebih bangga memiliki anak laki-laki dibanding perempuan. Tak hanya Indonesia, dari seorang teman berkebangsaan Swiss saya juga mendengar hal serupa. Ketika anak laki-laki lahir maka akan dibuat pesta yang meriah,” ujar Prof. Ihromi.

Dalam pekerjaan perempuan juga mendapat diskriminasi, Prof. Ihromi juga pernah mengadvokasi keluhan pramugari yang dipensiunkan lebih dini dibanding pramugara. Pramugari harus menjaga berat badan ideal yang ditentukan korporasi, menjaga kecantikan kulit, hingga panjang kuku. Jika mereka tidak dianggap ‘ideal’ mereka akan dihukum tidak boleh terbang untuk memperbaiki diri menjadi ‘ideal’ kembali.

Prof. L.M. Gandhi Lapian melihat bahwa ketidakadilan pada perempuan Indonesia bisa ditelaah dari perjalanan sejarah Indonesia saat dijajah oleh Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) berusaha mengubah hukum adat yang berlaku di Indonesia menjadi hukum admnistrasi, perempuan lumrah untuk mengurusi urusan domestik. “Pada masa itu suami atau anak laki-laki bekerja di luar rum0ah, sedangnkan ibu atau perempuan tinggal di rumah mengerjakan semua pekerjaan rumah seperti mencuci baju, piring, menyiapkan makanan. Ibu-ibu membayar harga dari kapitalisme yang diberlakukan VOC,” ujar Prof. L.M. Gandhi Lapian.

Hingga sekarang perempuan Indonesia juga masih dirugikan dalam sistem kontrak kerja, banyak perempuan yang tanda tangan kontrak namun tidak melihat secara detail bahwa Hak Asasi Manusia mereka dilanggar, misalnya tidak ada cuti untuk haid. Prof. L.M. Gandhi Lapian juga mengingatkan agar perempuan Indonesia mempersiapkan diri menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, “untuk bisa menikmati kesejahteraan dan sukses perempuan harus mau belajar serta menggunakan teknologi, harus menggunakan multidisipliner.”

Selanjutnya, Sjamsiah Achmad mengemukakan bahwa untuk mewujudkan kesetaraan gender serta menjaga keberlanjutan Sumber Daya Alam, Indonesia sudah memiliki Pancasila sebagai ideologi yang menjadi tununan agar masyarakat berperilaku etis terhadap alam maupun manusia.

Kalangan akademis perlu membuat statistik untuk mengukur gender gap, selebihnya untuk mengatasi ketidakadailan gender perempuan dan laki-laki harus sama-sama bermitra. Bagi perempuan juga harus berjuang dengan rajin mengidentifikasi center of real power in society.

Prof. Ihromi menambahkan bahwa pusat kekuasaan di Indonesia dipangku oleh kelompok-kelompok agama, sehingga perempuan juga harus berjejaring serta berkomunikasi dengan kelompok agama untuk memecahkan konflik gender. Kesetaraan dan keadilan gender dapat terwujud bila semua pihak turut mendorong dan mengimplementasikan bahwa perempuan dan laki-laki sejajar.

NO COMMENTS