Sejak diterbitkannya Undang Undang Nomor 9 Tahun 1985 (UU No 9 tahun 1985) tentang Perikanan yang merumuskan pengertian istilah Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (Pasal 1 butir 10, UU No 9 tahun 1985), maka sejak saat itulah keberadaan nelayan perempuan, tidak diakui oleh negara.
Apakah perempuan yang mengolah, mendistribusikan, dan memasarkan hasil laut tidak dipertimbangkan? Perempuan nelayan belum diakui keberadaannya, hal tersebut berdampak terhadap belum diakomodirnya kepentingan perempuan nelayan oleh pemerintah. Sehingga nasib perempuan nelayan bias digolongkan dalam taraf yang memprihatinkan. Perempuan nelayan sulit mengakses fasilitas kesehatan, infrastruktur, terbelit hutang dan lain-lain. Padahal perempuan nelayan juga berpotensi memperkuat pilar penghidupan keluarga.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau, dengan luas daratan 1.922.570 km dan luas perairan 3.257.483 km. Presiden Joko Widodo sempat memaparkan visi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dalam Konferensi Tingkat Tinggi Negara Negara Asia Timur (KTT EAS) di Myanmar pada Kamis, 13 November 2014.
Upaya untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim mestinya dibarengi dengan lahirnya kebijakan untuk menjamin hak-hak nelayan, yang di dalamnya termasuk perempuan nelayan. Sehingga kemampuan perempuan nelayan sebagai entitas produktif dapat dihargai, dan hak-hak perempuan nelayan juga dijamin pemenuhannya oleh negara.Memasukkan perempuan nelayan sebagai subyek hukum, tidak bisa dipisahkan dengan entitas masyarakat pesisir dimana biasanya nelayan dan perempuan nelayan tinggal.
Dalam rangka membuat rumusan undang-undang yang aplikatif bagi kebutuhan nelayan dan perempuan nelayan serta permasalahan masyarakat pesisir Koalisi Perempuan Indonesia melakukan Konsolidasi Nasional Kelompok Kepentingan Perempuan Pesisir dan Nelayan untuk Advokasi RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan yang diadakan pada 5 Mei 2014 di Hotel Ambhara, Jakarta. Acara ini menghadirkan perwakilan-perwakilan kelompok kepentingan perempuan nelayan dan masyarakat pesisir Koalisi Perempuan Indonesia sebagai peserta. Disamping itu, turut mengundang narasumber dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Abdul Halim), Ketua Komisi IV DPR (Edhy Prabowo) dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (Riza Damanik).
Rancangan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Masyarakat Pesisir yang dirumuskan oleh Koalisi Perempuan Indonesia dalam forum ini akan dilanjutkan dalam pengambilan masukan dari wilayah dan cabang Koalisi Perempuan Indonesia. Diharapkan berbagai masukan tersebut dapat mewarnai pembahasan RUU perlindungan dan pemberdayaan nelayan yang saat ini masuk dalam agenda Program Legislasi Nasional 2015.