PERNYATAAN
KOALISI PEREMPUAN INDONESIA
PILKADA DI DPRD MERUGIKAN KELOMPOK PEREMPUAN
Sehubungan dengan adanya gagasan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU PILKADA), Koalisi Perempuan Indonesia, sebagai organisasi berbasis keanggotaan dan memiliki struktur organisasi di tingkat Provinsi dan Kabupaten/kota menyatakan MENOLAK PILKADA MELALUI DPRD.
Penolakan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap gagasan tersebut adalah karena Kelompok Perempuan sudah pasti akan menjadi kelompok yang paling dirugikan dari sistem Pilkada oleh DPRD.
Kerugian yang dialami oleh kelompok perempuan bila Pilkada dilakukan oleh DPRD adalah :
1. Perempuan tidak dapat memilih langsung calon Kepala Daerah yang dianggapnya dapat memperjuangkan kepentingan perempuan.
2. Perempuan dan juga seluruh masyarakat, kehilangan ruang publik untuk mendialogkan masalah dan harapannya serta membangun kontrak politik/kontrak sosial dengan calon kepala daerah yang akan menentukan arah pembangunan daerah tersebut.
3. Perempuan kehilangan kesempatan untuk menjadi Kepala Daerah atau wakil kepala Daerah. Penyelenggaraan Pilkada Langsung oleh rakyat selama Sembilan (9) tahun ini memberikan peluang bagi 18 perempuan sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah. Pilkada di DPRD akan semakin menutup peluang bagi perempuan untuk menjadi kepala daerah, karena DPRD masih didominasi oleh laki-laki.
4. Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD, akan berkibat pada sikap dan tindakan kepala daerah yang lebih mengutamakan kepentingan dan tuntutan anggota dewan, daripada memenuhi kepentingan rakyat. Sehingga kepentingan rakyat semakin terabaikan, dan kepentingan perempuan semakin sulit diperjuangkan.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka dengan ini Koalisi Perempuan Indonesia menegaskan : MENOLAK PILKADA MELALUI DPRD.
Koalisi Perempuan Indonesia menilai, bahwa Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD mencerminkan tidak dipenuhinya prinsip Check and Balance dalam pemisahan dan pembagian kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif
Koalisi Perempuan Indonesia mengingatkan kepada DPR RI, khususnya Panja RUU Pilkada bahwa Pilkada melalui DPRD adalah masa lalu. Cara tersebut hanya tepat dilakukan berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandement. Setelah amandement, Undang-Undang Dasar 1945, tidak memberikan kewenangan bagi Dewan Perwakilan Rakyat untuk memilih pimpinan eksekutif. Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kekuasaan pembuatan undang-undang. Sedang fungsi Dewan Perwakilan Rakyat adalah fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Dengan demikian, maka Pilkada melalui DPRD tidak memiliki landasan konstitusional.
Koalisi Perempuan Indonesia juga mencatat pelajaran berharga selama 9 tahun penyelenggaraan Pilkada langsung. Yaitu kenyataan, bahwa pilihan rakyat tidak sama dengan pilihan partai politik. Hal ini dibuktikan dari beberapa calon Kepala Daerah yang didukung oleh koalisi partai-partai politik, ternyata dengan mudah dikalahkan oleh calon kepala daerah yang hanya diusung oleh sedikit partai politik, tetapi mendapat dukungan penuh dari rakyat.
Mengingat pembahasan RUU Pilkada masih jauh dari sempurna dan membutuhkan waktu lebih lama untuk merumuskannya berdasarkan prinsip kehati-hatian, maka Koalisi Perempuan Indonesia menyerukan kepada Pimpinan dan Anggota DPR RI, terutama Panja RUU Pilkada, untuk menghentikan pembahasan RUU Pilkada dan menyerahkan pembahasan tersebut kepada DPR RI periode 2014-2019, yang akan dilantik pada Oktober 2014 mendatang.
Demikian, pernyataan ini disampaikan sebagai bagian dari upaya mempertahankan dan mewujudkan Keadilan dan Demokrasi di Indonesia.
Jakarta, 14 Septempber 2014
Dian Kartika Sari
Sekretaris Jenderal