BERSAMA MEMPERKUAT BANGSA

0
1967

Jakarta-Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Barat, Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Bengkulu, dan Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DKI Jakarta, dan Koalisi Perempuan Indonesia Sekretariat Nasional hadir dalam acara Silaturahmi dengan Perempuan Arus Bawah “Bersama Memperkuat Bangsa” pada Rabu 6 Maret 2019 bertempat di Istana Negara, Jakarta.

Perwakilan organisasi perempuan dari berbagai wilayah di Indonesia bersama dengan Joko Widodo (Presiden Indonesia) dan Yohana Susana Yembise (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) berfoto bersama di depan Istana Negara

Koalisi Perempuan Indonesia hadir dengan semangat bahwa masalah yang dihadapi perempuan dan anak, misalnya perkawinan anak, sunat perempuan, perdagangan manusia, hingga perdamaian dunia bisa tercapai bila semua manusia diberdayakan dan sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial.

Perwakilan Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DKI Jakarta, Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Bengkulu, dan Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DKI Jakarta

Koalisi Perempuan Indonesia hadir untuk mewakili isu penting bagi perempuan dan anak yaitu Perkawinan Anak. Koalisi Perempuan Indonesia percaya bahwa Perkawinan Anak dapat dicegah dan dihentikan bila organisasi masyarakat sipil bersama masyarakat secara luas akan sukses mencegah permasalahan yang merugikan generasi penerus bangsa bila didukung kebijakan publik yang melindungi hak-hak perempuan dan anak


Rasminah & Darwini, perwakilan Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Barat bertemu langsung dengan Joko Widodo, Presiden Indonesia berbicang mengenai Perkawinan Anak

Rasminah, salah satu anggota Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Barat sekaligus merupakan salah satu pemohon Judicial Riview Undang-Undang Perkawinan, menyampaikan langsung kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk menaikkan batas usia minimum perempuan untuk menikah dari 16 tahun menjadi 18+.


Rasminah, anggota Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Barat sekaligus merupakan salah satu pemohon Judicial Riview Undang-Undang Perkawinan

Rasminah mewakili suara anak-anak perempuan di Indonesia, yang tak ingin masa depannya direnggut paksa dalam simbol lembaga perkawinan apalagi mengikuti arus ‘lebih baik menikah daripada zinah’ . Karena sesungguhnya pernikahan itu harus dilandaskan rasa percaya dan cinta bukan atas paksaan orangtua, lingkungan, apa lagi tekanan ekonomi.

“Saya dinikahkan umur 13 tahun karena faktor ekonomi, sejak kelas 3 Sekolah Dasar (SD) bapak saya lumpuh, karena kesulitan ekonomi keluarga saya disuruh menikah saja sama orangtua. Saat itu saya masih ingin sekolah, ingin main gundu dan lompat tali. Saat itu orangtua saya berkata bahwa suami saya tekun bekerja, tetapi ketika anak saya berusia 2 tahun saya dan anak ditinggal, tidak dinafkahi lagi,” ujar Rasminah menjelaskan penderitaannya menikah di usia anak.

“Harapan saya anak saya lanjut sekolah, bekerja dulu, jangan nikah dulu, cukup saya yang dinikahkan waktu kecil, rasanya gak enak gitu,” ujar Rasminah belajar dari pengalaman masa kecilnya.


Maryanti dan Juminarti, anggota Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Bengkulu

Selain Rasminah hadir pula Maryanti, anggota Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Bengkulu. Rasminah dan Maryanti sadar betul bahwa pengalaman mereka dinikahkan di usia anak membuat mereka tak bisa menyelesaikan pendidikan dasar dan terancam kesehatan reproduksinya, Tak hanya kesehatan fisik, ketika di usia anak mereka pun sangat rentan dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.


Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 mengatakan bahwa batas minimal perempuan kawin adalah 16, sedangkan laki-laki adalah 19 tahun. Tentunya hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa anak adalah yang berusia 0-18 tahun dan pendidikan di Indonesia minimal 12 tahun. 

Rasminah dan Maryanti adalah dua dari tiga pemohon atas nama korban perkawinan anak. Mereka mengajukan surat permohonan kembali Judicial Review UU Perkawinan. Mereka bertekad bahwa anak-anaknya harus mencapai wajib belajar lebih dari 12 tahun.

STOP KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

Mengawinkan perempuan di usia anak bukan satu-satunya solusi untuk menyelesaikan persoalan ekonomi, dan kemiskinan yang masih membayangi di beberapa bagian wilayah negara ini. Maryanti dan Rasminah berjuang untuk menegakkan keadilan bagi para perempuan Indonesia, agar tidak ada lagi perbedaan batas usia minimal antara lelaki dan perempuan.

Karena dalam UUD 1945 antara laki-laki dan perempuan punya hak yang sama di depan hukum, sehingga UU Perkawinan tahun 1974, yang sudah 43 tahun menjadi alat negara untuk melegalkan perkawinan anak, harus dijudicial review untuk menaikkan batas minimal usia perkawinan perempuan. Maka dari itu harapannya ke depan tidak akan ada lagi korban perkawinan anak, dan pasti banyak anak-anak perempuan yang akan terselamatkan dari upaya praktek perkawinan anak.

Selain Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Barat, Wilayah Bengkulu, dan Wilayah DKI Jakarta, hadir pula Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Mamuju, Indo Upe. Indo Upe merupakan Sekretaris Cabang Koalisi Perempuan Indonesia Kabupaten Mamuju tahun 2015-2018 yang kini sukses menjadi Kepala Desa di Ujung Mamuju. Indo Upe berhasil menginisiasi pelayanan kesehatan dengan mobil sehingga dapat menjangkau kondisi-kondisi darurat seperti ibu melahirkan.

#StopPerkawinanAnak
#StopKekerasanTerhadapPPA
#StopPerdaganganOrang
#StopSunatPerempuan
#HakPerempuandanAnak
#HakAtasPendidikan
#HakAtasKesehatan
#PerempuanHebat

Ditulis oleh Gabrella Sabrina

Foto oleh Gabrella Sabrina & Indry Oktaviani

NO COMMENTS