Koalisi Perempuan : ” Keberatan Kenaikan Iuran BPJS”

0
1990

PERNYATAAN SIKAP KOALISI PEREMPUAN INDONESIA

“KEBERATAN TERHADAP PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19/2016”

 

Koalisi Perempuan Indonesia menaruh perhatian serius atas terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 tahun 2016 mengenai Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

 

Sebagai Organisasi perempuan yang memperjuangkan pemenuhan Hak Kesehatan bagi semua warga Negara, terutama perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia berkepentingan untuk menyuarakan pengalaman dan kebutuhan perempuan, sehubungan dengan diterbitkannya kebijakan tersebut.

 

Berdasarkan kententuan Kongres Nasional IV Koalisi Perempuan Indonesia, (Desember 2014) yang menetapkan agar upaya pembelaan pemenuhan Hak Perlindungan Sosial didasarkan pada pengalaman hidup perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia telah melakukan kajian kebutuhan (needs assessment) di 12 provinsi (Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Jambi, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat dan DI Yogyakarta) serta di 4 kabupaten/kota yaitu Kota Kupang, Kab Sumba Timur, Kab Sumba Tengah dan Kota Pontianak. Needs Assessment tersebut dilakukan pada 14 (empat belas) kelompok perempuan, yaitu Ibu Rumah Tangga, Pekerja Sektor Informal, Masyarakat Miskin Desa, Masyarakat Adat,  Lanjut usia (Lansia) dan Jompo, Lesbian Biseksual dan Transgender (LBT), Petani, Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa, Profesional,  Buruh Migran,  Buruh,  Penyandang disabilitas, Perempuan pesisir dan nelayan, Masyarakat Miskin Kota.

 

Temuan Needs Assessment yang dilakukan sejak Februari – Mei 2015 ini, menunjukkan bahwa:

  1. Jaminan Kesehatan, merupakan bentuk perlindungan sosial yang paling dibutuhkan oleh semua kelompok perempuan, dibandingkan berbagai bentuk perlindungan sosial lainnya, seperti Raskin (beras untuk warga miskin) maupun bantuan tunai.
  2. Tidak semua kelompok miskin dapat menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI), karena pihak-pihak yang masuk dalam kelompok PBI telah ditentukan oleh pemerintah, dimana kriteria PBI tidak diketahui oleh masyarakat luas.
  3. Iuran BPJS kelas III, sebesar Rp 25.500 masih dirasa sangat berat, karena harus dibayar untuk semua anggota keluarga.
  4. Tidak semua kebutuhan kelompok perempuan ditanggung oleh Jaminan Kesehatan, seperti kebutuhan darah untuk persalinan, kebutuhan layanan kesehatan bagi lansia dan jompo dan kebutuhan layanan kesehatan bagi perempuan penyandang disabilitas.
  5. Layanan kesehatan masih kurang baik, seperti antrian yang panjang dan lama, perlakuan beda (diskriminasi), dan tindakan kecurangan.

 

Temuan Needs Assessment tersebut, menjadi dasar bagi kader dan pengurus Koalisi Perempuan Indonesia di berbagai wilayah dan cabang melakukan berbagai upaya, antara lain: mengawal pendataan penduduk miskin yang dilakukan oleh BPS, mengurus proses permohonan PBI bagi keluarga miskin yang belum di daftarkan. Sekretariat Nasional memantau pembahasan BPJS di Komisi IX DPR RI dan pemantauan terhadap kebijakan yang diterbitkan pemerintah. Disamping itu, Koalisi Perempuan Inonesia juga mendorong kader-kadernya yang telah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk memperjuangkan agar seluruh penduduk di daerahnya memiliki Kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau Kartu Indonesia Sehat (KIS).

 

Sehubungan dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 tahun 2016 mengenai Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Koalisi Perempuan menyampaikan keberatan, sebagai berikut:

 

  1. Koalisi Perempuan Indonesia menyatakan keberatan atas ketentuan Pasal 16 F huruf a, yang mengatur iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta pekerja Bukan Penerma Upah dan Peserta Bukan Pekerja sebesar Rp. 30.000 (tiga puluh ribu rupiah) per bulan untuk pelayanan perawatan kelas III, naik 20% dari besar iuran sebelumnya yaitu Rp. 25.500 (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah). Karena ketentuan kenaikan iuran ini akan semakin memperkecil kesempatan kelompok masyarakat berpendapatan rendah untuk mengakses layanan kesehatan.
  2. Koalisi Perempuan Indonesia menyatakan keberatan atas ketentuan Pasal 5 Ayat (2) tentang kriteria anak, khusunya huruf 1 yaitu anak yang tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri. Syarat bahwa anak yang ditanggung adalah anak yang tidak atau belum pernah menikah tersebut mengakibatkan anak-anak yang menjadi korban perkawinan anak yang kembali ke orang tuanya karena dicerai atau ditelantarkan oleh suamninya, tidak memperoleh akses layanan kesehatan. Padahal kelompok ini merupakan kelompok paling rentan terhadap berbagai masalah kesehatan. Sedangkan kriteria anak yang mempunyai penghasilan sendiri, menunjukkan persetujuan Negara terhadap pekerja anak.
  3. Hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja BPJS Kesehatan, Komisi IX DPR RI dengan DJSN, BPJS Kesehatan, P2JK Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial, pada 29 Februari 2016, Komisi IX mendesak agar DJSN dan BPJS membuat kajian terkait Penyesuaian Besaran Iuran, Dana Tambahan dari Pemerintah dan Penyesuaian manfaat, sebelum ada kebijakan. Namun kenyataannya, Perpres telah dikeluarkan sebelum kajian dilakukan.

Koalisi Perempuan Indonesia merekomendasikan agar pemerintah:

  1. Meninjau ulang dan melakukan perubahan terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 tahun 2016, berdasarkan keberatan yang telah disampaikan, Koalisi Perempuan Indonesia.
  2. Memastikan bahwa perubahan kebijakan tersebut (Perpres 19/2016) berdasarkan kajian besaran iuran dan manfaat yang dibuat oleh DJSN, BPJS Kesehatan.
  3. Memastikan agar BPJS untuk memperbaiki cakupan layanan kesehatan, terutama untuk memenuhi kebutuhan darah bagi perempuan yang menjalani persalinan, kebutuhan layanan kesehatan bagi lansia dan jompo dan kebutuhan layanan kesehatan bagi perempuan penyandang disabilitas

 

Pernyataan sikap keberatan ini disampaikan sebagai wujud dari kepedulian dan komitmen Koalisi Perempuan Indonesia untuk mendukung pemenuhan Hak atas Layanan Kesehatan bagi seluruh Warga Negara Indonesia.

 

Jakarta, 15 Maret 2016

Dian Kartika Sari, SH

Sekretaris Jenderal

 

NO COMMENTS