Revitalisasi Posyandu, tingkatkan kesehatan masyarakat.

0
3061

REVITALISASI posyandu di Indonesia harus terus ditingkatkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Revitalisasi pos pelayanan terpadu atau posyandu yang merupakan garda terdepan dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan gizi masyarakat harus terus ditingkatkan. Program ini bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja posyandu. Memang krisis ekonomi yang terjadi di Tanah Air berdampak pula terhadap menurunnya kegiatan posyandu.

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu, setiap gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh Indonesia wajib menjalankan program revitalisasi posyandu secara aktif.

Surat tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bersama dengan semangat kebersamaan dan keterpaduan untuk mengembalikan dan meningkatkan fungsi dan kinerja posyandu. Sejak dicanangkan pada 1984, pertumbuhanjumlah posyandu di Indonesia hingga 1996 mencapai 244.107 buah.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan, terdapat data sumbangan posyandu dalam meningkatkan cakupan program kesehatan, di antaranya menurunkan angka kematian ibu, bayi, balita, dan angka kelahiran, serta perbaikan gizi, sanitasi, dan pencegahan penyakit menular atau kejadian luar biasa di masyarakat.

“Posyandu memiliki peran penting dalam menyosialisasikan pesan-pesan kesehatan bagi ibuibu, baik dalam menjaga kesehatan keluarga maupun lingkungan. Dengan demikian, derajat kesehatan masyarakat Indonesiameningkat,” kata Ketua Umum Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Pusat Vita Gamawan Fauzi saat acara penyerahan donasi Lifebuoy untuk revitalisasi posyandu di Nusa Tenggara Timur (NTT) di FCone, fX, Jakarta,Selasa (22/2).

Menurut Vita, peran kaum wanita dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sangat besar, terutama para ibu rumah tangga yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan posyandu atau kader PKK yang memberikan pelatihan kepada warga mengenai pentingnya pemeriksaan kesehatan.

“Mereka lah agen kesehatan yang sebenarnya sehingga program revitalisasi posyandu bisa berjalan dengan maksimal,” tuturnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang, NTT, dr Messerassi BV Ataupah mengungkapkan, program revitalisasi posyandu di tempatnya mulai membuahkan hasil.

Itu terlihat dari strata kesehatan yang meningkat hingga 90 persen. Sejumlah penyakit penyebab kematian tertinggi di NTT seperti diare, kejang-demam pada balita, stroke, hipertensi, dan jantung juga bisa ditekan lebih banyak karena terdeteksi lebih dini berkat meningkatnya pelayanan kesehatan.

Namun, dia menyebutkan, program revitalisasi posyandu dan kegiatan kepedulian kesehatan masyarakat lainnya bukan tidak menghadapi kendala. Apalagi, masyarakat NTT baru tiga tahun terakhir mengenal pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebagai kebiasaan dalam keluarga.

“Jumlah posyandu berkualitas untuk memberikan pelayanan kesehatan juga masih minim,” imbuh Messerassi.

Karena itu, Messerassi menilai, perlu adanya upaya memadai secara sinergis lintas sektoral antara pemerintah dan kalangan swasta untuk terus mempromosikan gaya hidup bersih dan sehat di masyarakat.

Selain merevitalisasi posyandu, dia juga menuturkan pentingnya penambahan alat dan perangkat kesehatan yang tersedia secara menyeluruh di setiap sentra kesehatan.

“Pembinaan dan pelatihan kader posyandu ke desa-desa juga mutlak dilakukan,” ujarnya.

Amalia Sarah Santi, Senior Brand Manager Lifebuoy, mengatakan, donasi yang diberikan pihaknya bertujuan meningkatkan pelayanan posyandu di NTT agar budaya PHBS di daerah tersebut meningkat.

“Donasi ini merupakan kelanjutan program kami dalam merevitalisasi posyandu di NTT sejak 2009. Selain pemberian kartu menuju sehat (KMS) dan kartu ibu anak (KIA), kami juga akan memberikan pelatihan untuk kader kesehatan posyandu,” katanya.

Program donasi di NTT, menurut dia, berdasarkan pada indeks pembangunan kesehatan masyarakat yang diterbitkan Kemenkes 2010. Dalam indeks tersebut, NTT termasuk provinsi dengan persentase rendah dalam PHBS yaitu 26 persen -berada pada peringkat ke-28 dari 33 provinsi di Indonesia.

NTT juga termasuk provinsi dengan persentase rendah untuk perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS), hanya 19,1 persen yang melakukan secara benar. Sementara, donasi tersebut dimanfaatkan untuk merevitalisasi posyandu berdasarkan data Dinas Kesehatan NTT yang menunjukkan sarana kesehatan yang paling banyak di sana adalah posyandu, yakni mencapai 8.304 unit. Ini berarti posyandu menjadi garda terdepan untuk program sosialisasi dan promosi kesehatan di NTT.

“Kami yakin, dengan komitmen bersama untuk terus menyosialisasikan PHBS dalam kehidupan sehari-hari, upaya untuk mewujudkan Indonesia lebih sehat akan bisa segera terealisasi,” ujar Sarah.

Ketua TP PKK Kabupaten Kupang, NTT, Christina Titu Eki mengatakan, masih banyak posyandu di NTT, termasuk di Kupang, yang memerlukan bantuan agar dapat menjalankan perannya dengan baik.

“Kami berharap kondisi kesehatan di NTT segera meningkat dengan semakin banyaknya posyandu yang lebih berdaya dalam menyosialisasikan PHBS dan cuci tangan pakai sabun,” ujarnya.

Eka Sugiarto, Marketing Manager Skin & Cleansing PT Unilever Indonesia Tbk, menuturkan, budaya PHBS, seperti CTPS di lingkungan keluarga menjadi satu elemen penting untuk Indonesia yang lebih sehat.

“PT Unilever Indonesia Tbk melalui Lifebuoy berusaha terus aktif memperluas jangkauan sosialisasi PHBS dan CTPS di berbagai provinsi, termasuk daerah Indonesia bagian timur, seperti NTT,” katanya.

(SINDO//nsa)

Source: okezone – lifestyle

 

NO COMMENTS