Kliping Media

0
2073

Nasional

Beleid Baru SBY Menggebuk Film Unyil

Pornografi
Oleh : Syamsul Mahmuddin

  • NO. 46 TAHUN XX/19 – 25 MARET 2012

Menko Kesra Agung Laksono dengan Menteri Agama Suryadharma Ali (kemenag.go.id)

Indonesia pengakses situs porno terbesar ketiga di dunia. Hasil survei, 97 persen pelajar di Indonesia mengaku sudah pernah menonton film porno. 62,7 persen pelajar SMP sudah tidak perawan lagi. 22 persen pernah aborsi. Pemerintah pun membentuk satgas antipornografi. Tetapi ditentang oposisi dan dianggap tak penting serta pemborosan.

Minggu malam, 11 Maret 2012. Sebuah mobil tiba-tiba merapat ke lobi hotel. Dari dalam mobil itu tampak keluar sejumlah pria yang langsung bergegas menuju resepsionis. Tanpa banyak bicara, salah satu dari rombongan itu memperlihatkan kartu identitas. “Polisi,” katanya pelan sambil menyebut tujuan mereka hendak menggerebek sebuah kamar di hotel tersebut. Sedangkan kawan-kawannya langsung bergerak menuju kamar yang hendak mereka sasar.

Para petugas itu adalah anggota satuan reserse narkoba dari Kepolisian Resort Kabupaten Bogor. Mereka menyasar hotel yang berada di kawasan Parung tersebut karena mendapat informasi ada pesta narkoba di salah satu kamar hotel. Dengan berbekal kunci cadangan yang mereka peroleh dari respsionis, para petugas itu langsung masuk ke dalam kamar yang mereka sasar.

Namun ternyata bukan pesta narkoba yang mereka temui dalam kamar itu. Tetapi justru proses pembuatan film porno. Seorang lelaki yang diketahui berinisial D tampak sedang bersetubuh dengan perempuan berinisial M. Sedangkan dua orang rekan aktor dan artis film porno tersebut, J dan R, tampak merekam adegan hubungan suami istri tersebut dengan menggunakan fitur perekam video pada telepon seluler.

Kabarnya, adegan film ‘unyil’ atau porno ‘made in’ Parung itu hendak dijual ke salah satu pengelola situs porno melalui transaksi digital di jaringan internet. Maklum di dunia maya tersebut banyak sekali situs yang menampung film porno, baik yang dibuat secara profesional maupun amatir. Sebagian lagi kabarnya hendak dicetak dalam bentuk keping VCD dan dijual ke pasar domestik melalui pedagang VCD bajakan.

Dari situs dan pedagang VCD, film-film porno itu lalu menyebar luas ke masyarakat. Bahkan, tak jarang juga sampai ditonton anak-anak yang masih duduk di sekolah dasar. Para orang tua tentu saja resah. Sebab, film porno saat ini begitu mudah didapat dan diakses oleh anak-anak mereka. Persis seperti permen dan kacang goreng, di mana-mana ada dan bisa dibeli dengan murah bahkan gratis bila didownload melalui internet.

Di Indonesia saat ini pornografi memang sudah menjadi masalah nasional bahkan bisa disebut sudah menjadi bencana besar. Bayangkan, hasil penelitian sebuah lembaga survei pada 2011 diketahui bahwa 97 pelajar di Indonesia mengaku sudah pernah menonton film porno. Tingginya jumlah pelajar menonton film porno tersebut karena mereka memang mendapat peluang menontonnya ketika membuka internet.

Hasil survei tersebut memang tidak jauh beda dengan hasil survei yang dilakukan Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak pada tahun 2008 lalu. Komnas Perlindungan Anak menyebutkan bahwa dari 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kota besar yang ada di Indonesia, 97 persen mengaku pernah menonton film tak senonoh itu. Dan, sebanyak 93,7 persen bahkan mengaku pernah melakukan ciuman, meraba kemaluan dan melakukan oral seks.

Temuan yang paling menggetirkan adalah soal seks bebas di kalangan pelajar putri. Dari survei Komnas Perlindungan Anak, terungkap sebanyak 62,7 persen pelajar putri di tingkat SMP sudah tidak perawan lagi. Bahkan, sebanyak 21,2 persen dari pelajar tersebut mengaku pernah melakukan aborsi setelah telanjur hamil.

Besarnya dampak kerusakan akibat bebas dan mudahnya pelajar mengakses pornografi itu membuat pemerintah didesak melakukan pemberantasan pornografi. Namun desakan yang dilakukan sejak bertahun-tahun lalu tampaknya kurang mendapat respon memadai. Yang mengemuka justru penolakan dari kalangan yang selama ini diuntungkan secara ekonomi oleh maraknya pornografi.

Awal Maret 2012 ini, sikap pemerintah tampaknya mulai berubah. Pemerintah mengumumkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim khusus penanganan pornografi. Satuan tugas baru bernama Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi itu melalui Peraturan Presiden No.25/2012 yang diteken pada 2 Maret lalu.

Seperti dilansir dari laman resmi Sekretaris Kabinet, Selasa pekan lalu, Gugus Tugas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Satgas ini sebagai lembaga koordinatif yang bertugas mengkoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan pornografi sesuai amanat Pasal 42 UU No.44/2008 tentang Pornografi. Satgas dipimpin Menko Kesra Agung Laksono dengan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai ketua harian.

Anggota satgas diisi para menteri dan penyelenggara negara yang diangkat Presiden. Yaitu, Menkominfo Tifatul Sembiring, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin, Mendikbud M. Nuh, Mendagri Gamawan Fauzi, Menperin M.S. Hidayat, Mendag Gita Wiryawan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari E. Pangestu dan Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih. Juga di dalamnya Mensos Salim Segaf Al Jufri, Menpora Andi Mallarangeng, Kapolri Jenderal Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, Ketua KPI Dadang Rahmat dan Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Dr Mukhlis Paeni.

Gugus Tugas baru ini merumuskan kebijakan pencegahan dan penanganan pornografi. Gugus Tugas ini juga dapat membentuk Sub-Gugus Tugas yang dikoordinasikan oleh pejabat setingkat eselon I di lingkungan Kementerian Agama. Anggota Sub-Gugus Tugas terdiri dari unsur pemerintah dan dapat melibatkan masyarakat, akademisi, praktisi dan penegak hukum.

Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi sesuai beleid pemerintah yang baru, juga dapat dibentuk di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. “Gugus tugas tingkat provinsi dan kabupaten/kota berada di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur dan bupati/wali kota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tulis laman tersebut.

Kebijakan baru pemerintah ini tentu saja disambut baik kalangan masyarakat anti pornografi. Anggota Komisi VIII DPR RI, Inggrid Kansil, menyatakan, pembentukan Satgas Antipornografi merupakan aspirasi masyarakat. “Pada pembahasan RUU tentang Antipornografi dan Pornoaksi, Komisi VIII DPR RI mendesak pemerintah segera menerbitkan kebijakan untuk meminimalisasi pornografi dan pornoaksi, karena sudah meresahkan orang tua,” katanya.

Menurutnya, pornografi dan pornoaksi di Indonesia disadari atau tidak persentasenya terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan, hasil survei terbaru mengenai negara-negara pengakses video porno di internet, menurut dia, Indonesia berada di peringkat ketiga yang paling banyak mengakses video porno. Fakta ini menunjukkan kebutuhan satgas sangat mendesak untuk memberantas pornografi.

Di tengah banyak pendukung, tidak sedikit juga yang menentang keberadaan satgas baru ini. Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, misalnya, melihat tidak ada alasan yang mendesak bagi pemerintah membentuk tim antipornografi. Alasannya, persoalan mendesak saat ini adalah pemberantasan korupsi, bukan pornografi. “Saya lihat tak ada hal yang substansial untuk dibentuk satgas ini. Mungkin ini bagian untuk membuat polemik baru dan itu kontraproduktif,” katanya.

Pronografi yang banyak menjadikan perempuan sebagai korban, juga ditentang kalangan yang mengaku aktivis perempuan. Koalisi Perempuan Indonesia, misalnya, menilai pembentukan satgas antipornografi merupakan bentuk pemborosan uang negara. “Pembentukan Gugus Tugas Anti Pornografi tersebut adalah tidak perlu dan tidak penting,” ujar Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, Dian Kartikasari, seperti dikutip sebuah situs berita.

Menurutnya, satgas pornografi ini juga tak akan efektif bekerja jika ternyata pelaku pelanggaran UUAntipornografi adalah orang-orang yang memiliki relasi, khususnya relasi dengan partai politik. “Ini juga pemborosan. Karena mereka yang ada dalam tubuh gugus tugas anti pornografi tersebut pasti akan menerima honorarium atau upah tambahan. Apalagi jika ini dibuat hingga tingkat daerah, maka sejumlah anggaran negara akan ikut tersedot,” pungkas Dian.

Sumber : www.forumkeadilan.com/nasional.php?tid=348

NO COMMENTS