Sidang Judicial Review UU Perkawinan

0
2270

Jakarta, 9 September 2014

Sidang Mahkamah Konstitusi perkara nomor 74/PUU-XII/2014 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
MK menganjurkan melihat aturan dan pengalaman tentang usia perkawinan perempuan di negera-negara Islam

Sidang pertama yang digelar pada tanggal 8 September 2014, pukul 13.30 di hadiri oleh enam kuasa hukum dan tiga orang dari lima pemohon perorangan dan lembaga. Hadir sebagai hakim yang memimpin sidang adalah Patrialis Akbar, dan dua orang hakim anggota Hakim Wahihuddin Addams dan Hakim Aswanto.

Dalam sidang, Hakim MK memberikan kesempatan kepada tim kuasa hukum dari para pemohon untuk menyampaikan pokok-pokok pikiran penting dalam gugatannya. Tim kuasa hukum menyampaikan beberapa hal pokok, yang pertama berkaitan dengan pemohon. Pemohon terdiri dari perorangan dan lembaga. Bahwa bagi lembaga maupun perorangan, pasal ini telah menghambat upaya pemajuan dan perlindungan perempuan dan anak.

Tujuan permohonan adalah untuk memastikan pemenuhan dan perlindungan hak-hak konstitusional setiap anak Indonesia, seperti hak atas pendidikan, kesehatan serta tumbuh dan berkembang.
Ruang lingkup pasal yang diuji adalah pasal 7 ayat 1 “sepanjang frasa umur 16 tahun dan ayat 2 tentang dispensasi usia perkawinan. Beberapa alasan yang digunakan adalah pertama, pasal 7 ayat 1 dan 2 telah menciptakan ketidak pastian hukum, karena;

Pertama, bertentangan perundang-undangan dan peraturan lainnya; diantaranya KUHP pasal 330, UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pasal 1 dan 2, UU No 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 1 angka 8, UU Nomor 3 Tahun 1957 tentang Pengadilan anak pasal 1, UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pasal 1 angka 5. UU nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anank pasal 1 ayat 1, UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 angka 26, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT pasal 2 ayat 1, UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris pasal 39 ayat 1, UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang sistem Jaminan sosial pasal 41 ayat 6, UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI pasal 4 a-g, UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang pasal 1 angka 5. UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi pasal 1 ayat 4, UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 131 ayat 2, UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak pasal 1 angka 2-5, Keputusan Menteri Kehakiman RI No.nM 02-IZ.01.10 Tahun 1995 Tentang Visa, Visa kunjungan, Visa tinggal terbatas, Izin masuk dan izin keimigrasian, pasal 1 ke (3), PP 1949 No. 35 tentang pemberian pensiun kepada janda (anak-anaknya) pegawai negeri yang meninggal dunia pasal 5, Keputusan presiden RI No. 56 Tahun 1996 tentang bukti kewarganagaraan RI pasal 1.
Kedua, pasal 1 UU perkawinan telah melahirkan banyak praktik ‘perkawinan anak’ yang mengakibatkan dirampasnya hak anak untuk bertumbuh dan berkembang, serta mendapat pendidikan. Ketiga, pasal ini telah mengakibatkan terjadinya diskriminasi dalam pemenuhan hak antara anak laki-laki dan anak perempuan.
Dalam tanggapannya, hakim memberikan nasehat dan komentar, diantaranya bahwa gugatan yang sama telah dilayangkan sebelumnya oleh Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) jadi kemungkinan sidangnya akan disatukan.
UU perkawinan adalah produk hukum yang dihasilkan sejak 40 tahun yang lalu dengan konteks perkawinan itu untuk menjaga kesehatan laki-laki dan perempuan dan keturunan. Pada saat itu usia 16 tahun untuk perempuan sesuai. Pemohon diminta untuk melihat konteks historisnya dan menghadirkan menhadirkan data yang dibutuhkan sebelum Tahun 1974. pada saat yang sama majelis hakin meminta pemohon untuk melihat praktek usia perkawinan di negara-negara Muslim.
Berikutnya majelis hakim meminta kepada para pemohon untuk memberikan penegasan dan contoh-contoh riil terkait dengan hak konstitusionil apa yang terlanggar dan potensial dilanggar ketika pasal tentang Usia perkawinan perempuan adalah 16 Tahun.

Pada umumnya Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi mengapresiasi upaya yang diajukan oleh para pemohon karena sudah berupaya agar anak perempuan dan perempuan menjadi lebih baik.

Disamping terkait dengan materi, Majelis Hakim juga memberikan kesempatan kepada pemohon dan tim kuasa hukum untuk melakukan perbaikan tuntutan sampai dengan tanggal 22 September 2014 pukul 12.00. dan kemungkinan tanggal 22 September 2014 Sidang Gugatan ke dua akan digelar kembali, dengan menghadirkan dua orang saksi ahli dan saksi yang akan memberikan testimoni. (Ida 09092014)

NO COMMENTS