Keterwakilan Perempuan dalam Lembaga Penyelenggara Pemilu, Tetap Rendah

0
2378
Pernyataan Sikap Koalisi Perempuan Indonesia
Menyikapi Hasil Uji Kepatutan dan Kelayakan KPU / BAWASLU
Keterwakilan Perempuan dalam Lembaga Penyelenggara Pemilu, Tetap Rendah

 

Pasal 14 UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (pemilu)  menyebutkan bahwa Presiden mengajukan 14 (empat belas) nama calon atau 2 (dua) kali jumlah anggota KPU kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota KPU. Selanjutnya, Pasal 15 menyatakan proses pemilihan anggota KPU di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota KPU dari Presiden.

Tim seleksi telah melaporkan hasil kerjanya kepada Presiden pada 1 Februari 2017. Dari 14 (empat belas) calon anggota KPU, 4 (empat) diantaranya adalah perempuan, sementara untuk Bawaslu 3 (tiga) dari 10 (sepuluh) calon anggota Bawaslu adalah perempuan. Uji kepatutan dan kelayakan terhadap  calon penyelenggara pemilu baru dilakukan oleh Komisi II DPR pada 3 dan 4 April 2017.

Uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon penyelenggara pemilu dibagi kedalam beberapa sesi dan menghadirkan 4 (empat) sampai 5 (lima) orang calon anggota, setiap sesinya. Pada awal setiap sesi, calon dipersilakan memaparkan visi misinya. Lalu dilanjutkan  sesi tanya jawab yang terbagi kedalam dua bagian: pertama, pertanyaan dari 10 (sepuluh) perwakilan fraksi dan kedua, pertanyaan pendalaman oleh para anggota Komisi. Calon anggota diberi waktu 5-10 menit untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Namun sayangnya, mekanisme tanya jawab ini tidak dijalankan secara konsisten, terutama dalam alokasi waktu, antara satu sesi dengan sesi lainnya. Misalnya, Sesi tiga calon anggota KPU dimulai sekitar pukul 19.30 dan berakhir pada pukul 00.30 dinihari. Sementara sesi lain, tidak sepanjang sesi tiga tersebut. Calon anggota Bawaslu sesi satu dimulai sejak sekitar pukul 11.00 pagi baru berakhir pada pukul 18.00, sedangkan sesi lain memperoleh waktu yang lebih pendek.

Dari substansi pertanyaan yang diajukan, selain mengelaborasi aspek personal para calon seperti mengenai motivasi mencalonkan diri, komitmen jika terpilih, kelemahan masing-masing sampai dengan soal integritas calon; anggota Komisi II juga bertanya seputar pengetahuan dan pandangan para calon mengenai hal-hal terkait teknis penyelenggaran pemilu baik yang selama ini sudah dilakukan para calon (yang petahana) dan usulan para calon terkait  pelaksanaan pemilu serentak di masa yang akan datang. Pada peserta juga ditanyakan pendapatnya mengenai prestasinya selama menjadi anggota KPU, apa yang menjadi kelemahan KPU serta kelemahan para calon sendiri. Selain itu,, anggota Komisi II juga bertanya mengenai pendapat calon anggota terhadap partai politik; hubungan KPU dan DPR, komitment  bekerjasama dengan Komisi II DPR; pandangan para calon terhadap proses uji materi yang diajukan KPU terhadap Pasal 9A UU No. 10 Tahun 2016; serta soal persepsi para calon mengenai independensi atau kemandirian KPU.

 

Catatan pemantauan Koalisi Perempuan Indonsia menujukkan,  hanya satu pertanyaan dari satu anggota Komisi II yang menanyakan pandangan para calon terkait ketentuan tindakan khusus sementara dalam Undang-Undang Pemilu, apakah dianggap cukup karena sudah berhasil menjaring lebih dari 30% caleg, walaupun yang terpilih hanya 18%, ataukah masih ada yang perlu diperbaiki.

Koalisi Perempuan Indonesia juga mencatat, dari 55 anggota komisi II, hanya ada tiga anggota dewan perempuan yang terlibat dalam uji kepatutan dan kelayakan. Rendahnya keterwakilan perempuan dalam penyelenggaraan Uji Kepatutan dan Kelayakan, ternyata berpengaruh pada substansi pertanyaan yang diujikan dan hasil akhir dari uji kepatutan dan  kelayakan tersebut.

Hasil akhir dari uji kepatutan dan kelayakan menunjukkan:  hanya 1 (satu) perempuan dari 7 (tujuh) anggota komisioner KPU terpilih  atau 14% perempuan di KPU dan  hanya 1 (satu) perempuan  dari 5 (lima) anggota terpilih sebagai Bawaslu atau 20% perempuan di Bawaslu

Menyikapi uji kepatutan dan kelayakan tersebut, Koalisi Perempuan Indonesia menyatakan sebagai berikut:

  1. Jumlah keterwakilan perempuan tidak mengalami peningkatan atau sama dengan periode lalu, meskipun panitia seleksi dan Pemerintah telah meloloskan lebih banyak perempuan calon KPU dan Bawaslu.
  2. Koalisi Perempuan Indonesia memandang bahwa DPR, khususnya Komisi II, tidak memiki komitmen untuk meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu
  3. Rendahnya keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu, dikhawatirkan akan berpengaruh pada keterwakilan perempuan di lembaga pemilu di tingkat Provinsi dan Kabupaten.
  4. Meski tidak sesuai harapan, karena rendahnya keterwakilan perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia menerima dengan baik hasil uji kelayakan dan siap bekerja sama dengan penyelenggara pemilu, untuk meningkatkan pertisipasi perempuan dalam pemilu dan meningkatkan keterwakilan perempuan di legislatif dan pimpinan lembaga eksekutif.

 

Jakarta, 6 April 2017

 

Dian Kartikasari

Sekretaris Jendral

NO COMMENTS