Inak Ijun, Pejuang Perempuan dari Pesisir Mataram

0
2318

Oleh Cecilia Novarina

Tanggal 17-24 November kemarin saya berkunjung ke NTB dan saya bertemu Inak Injun di hari ketiga perjalanan saya. Inak Injun adalah anggota dari Balai Perempuan (BP) Kuda Laut binaan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) NTB yang terletak di daerah pesisis Kota Mataram. Sebelum bergabung dengan KPI, Inak Injun sama sekali belum pernah mempunyai pengalaman berorganisasi. “Dulu saya nggak bisa apa-apa, Mbak. Meskipun saya sekolah, sekolah saya sudah kadaluarsa,” ucapnya. “Pergaulan saya juga hanya di dapur, sudah, itu saja.”

Inak Injun pertama kali bergabung dengan KPI pada pelatihan Pengorganisasian Masyarakat KPI yang didukung oleh Oxfam pada tahun 2011. Dulu, setiap kali Inak Injun diminta berbicara, beliau pasti ijin ke toilet karena terlalu gugup. “Semenjak saya di KPI, saya bisa lancar sedikit Bahasa Indonesianya.” Inak Injun sekarang sudah berani untuk mengikuti berbagai macam acara yang digelar KPI bahkan yang dilaksanakan di luar kota.

Berkat kepercayaan diri yang didapatnya dari KPI, Inak Injun hari ini dikenal sebagai salah satu pejuang untuk mempromosikan hak sipil dan hak atas pendidikan. Perjuangannya dimulai dengan mengupayakan agar anak-anak mendapatkan akta kelahiran gratis dan perempuan mendapatkan akta nikah gratis. Kepemilikan akta kelahiran yang merupakan salah satu pemenuhan hak sipil warga negara, menjadi penting manakala dijadikan persyaratan untuk mendaftar ke sokolah.

Bagi Injun, memperjuangkan kepemilikan akta kelahiran bagi anak-anak adalah memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan. Sedangkan akta nikah bagi perempuan, dipahami Injun sebagai bukti formal pernikahan yang bisa digunakan oleh perempuan untuk mendapatkan hak-haknya yang timbul dari pernikahan atau jika pernikahan berakhir. Dengan kegigihannya itu, Ijun telah berhasil mempengaruhi Perusahaan Listrik Negara (PLN) setempat untuk membiayai pembuatan akta kelahiran dan akta nikah bagi anak-anak dan perempuan.

Dalam setiap perjuangan perempuan, langkah akan lebih ringan jika keluarga dan suami memberi dukungan. Demikian juga dengan Inak Ijun. Ia mengaku bahwa suaminya sangat mendukung keterlibatannya di KPI. “Memang suami saya orang jelek, tapi hatinya baik,” ujar Inak Ijun polos.

Cerita Inak Injun merupakan inspirasi bagi kemajuan perempuan. Bagi saya, ada kebanggaan tersendiri ketika menyadari bahwa perubahan di tingkat komunitas sungguh-sungguh terjadi, dan sedikit banyak Oxfam telah ikut berkontribusi pada transformasi personal Inak Injun, hingga berhasil memperjuangkan hak-hak anak dan perempuan lainnya di komunitas.

*diambil dari TANGGUH Buletin OXFAM di Indonesia

NO COMMENTS