POLITIK EKONOMI INDONESIA : MENGEJAR PERTUMBUHAN EKONOMI, MEMBAYAR DENGAN DARAH, AIR MATA, DAN NYAWA RAKYATNYA!!!

0
4132

PERNYATAAN  KOALISI PEREMPUAN INDONESIA UNTUK KEADILAN DAN DEMOKRASI

POLITIK EKONOMI INDONESIA :  MENGEJAR PERTUMBUHAN EKONOMI,  MEMBAYAR DENGAN  DARAH, AIR MATA,  DAN NYAWA  RAKYATNYA!!!

 

 

Tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2011 adalah : “Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah”.

 

Dalam Nota Keuangan dan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja 2011, disebutkan bahwa RKP tahun 2011 memuat 3 prinsip pengarusutamaan dan 11 prioritas Pembangunan. Tiga prinsip pengarusutamaan sebagai landasan operasional. yaitu  (1) pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan; (2) pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik; dan (3) pengarusutamaan gender. Sedangkan 11 prioritas pembangunan meliputi : Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, Pendidikan, Kesehatan dan Kependudukan, Penanggulangan Kemiskinan, Ketahanan Pangan, Infrastruktur, Iklim Investasi dan Iklim Usaha, Energi, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, Pembangunan Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik, Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi.

 

Sedangkan Kebijakan Anggaran Pemerintah Pusat tahun 2011 akan diarahkan  terutama pada : 1) meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas (pro growth); 2) menciptakan dan memperluas lapangan kerja (pro job); dan 3)  meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program-program jaring pengaman sosial yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro poor).

 

Perwujudan dari kebijakan Percepatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi dilaksanakan melalui peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB)  yaitu  peningkatan jumlah produk berupa barang dan jasa, termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di dalam batas wilayah Indonesia. Berbagai  upaya dilakukan pemerintah Indonesia untuk memikat  investor menanamkan investasinya di Indonesia, antara lain dalam bentuk: pembangunan infrastruktur, pelayanan perijinan yang murah, mudah dan cepat, keringanan pajak dan bea eksport-import, pengurangan kewajiban pemenuhan hak-hak buruh, hingga jaminan keamanan dan kepastian hukum penguasaan lahan untuk investasi.

 

Kebijakan Percepatan Pertumbuhan Ekonomi, menimbul rentetan peristiwa perampasan tanah dan sumber-sumber daya yang merupakan mata pencaharian rakyat, hingga memicu berbagai bentuk penolakan dan perlawanan Rakyat terhadap kehadiran investasi. Demi memenuhi janji menjamin keamama untuk berinvestasi,  Pemerintah  akhirnya menggunakan alat negara (Polisi dan Tentara) maupun milisi yang dibentuk perusahaan untuk meredam berbagai bentuk penolakan yang dilakukan rakyat, sehingga menimbulkan korban jiwa dan luka. Kasus Pembantaian di Mesuji di Propinsi Lampung dan Sumatera Selatan dan Kasus Penembakan di Sape, Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah contoh nyata dari tindak kekerasan terhadap rakyat.

 

Disisi lain, sikap aparat keamanan dan penegak hukum sangat keras terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh rakyat. Sekecil apapun pelanggaran yang dilakukan rakyat, akan dijatuhi hukuman berat. Kasus Nenek Minah yang dihukum kurungan 1,5 bulan dan masa percobaan selama 3 bulan akibat mencuri 3 butir Kakao milik PT RSA adalah bukti kerasnya penegakkan hukum bagi rakyat.

 

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mencatat meningkatnya kasus sengketa tanah dan Sumber Daya Alam. Menurut KPA, sepanjang tahun 2011 terdapat 163 kasus sengketa tanah, terdiri dari 97 atau 60% kasus di sector perkebunan, 36 kasus (22%) di sector kehutanan, 21 kasus (13%) terkait infrastruktur, 8 kasus (4%) di sector tambang dan 1 kasus diwilayah tambak/pesisir (1%). Kasus-kasus ini terjadi hampir di seluruh Propinasi di Indonesia

 

Perampasan Tanah dan Sumber Daya Alam (SDA) atas nama investasi, selalu menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat, laki-laki dan perempuan, dewasa, lanjut usia maupun anak-anak. Laki-laki maupun perempuan pencari nafkah keluarga, kehilangan mata pencaharian untuk memenuhi kehidupan rumah tangganya, membangun harapan masa depan dan mempertahankan kehidupan yang bermartabat. Perempuan mengalami beban tambahan penyediaan pangan guna mempertahankan hidup dan anak-anak hidup dalam keterbatasan pangan dan pendidikan. Seluruh penduduk setempat, hidup dalam rasa ketakutan, ketidak berdayaan dan tanpa perlindungan terhadap hak-hak mereka.

 

Praktek-praktek perampasan tanah dan sumber daya alam untuk investasi, berikut serangkaian ancaman kekerasan dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan negara maupun milisi milik perusahaan menimbulkan berbagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), baik hak sipil politik maupun hak ekonomi, social dan budaya, seperti hak atas kekayaan adat, hak atas hidup layak, hak atas rasa aman, hak atas lingkungan hidup yang sehat.

 

Investasi baik asing maupun dalam negeri yang menjadi sumber utama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara tidak secara otomatis meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.  Sebagai contoh misalnya industry perkebunan kepala sawit di Kabupaten Batanghari Jambi, telah menyebabkan masyarakat mengalami krisis air.  Sehingga ibu rumah tangga harus mengambil air ke wilayah yang sangat jauh dari rumahnya dengan kondisi jalan yang rusak karena seringnya dilewati truk-truk pengangkut kelapa sawit.  Kerusakan jalan juga menyebabkan tinggi angka kecelakaan yang berujung pada kematian.

 

Buruh-buruh Perempuan yang bekerja pada perkebunan kelapa sawit di kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan juga tidak lebih baik kondisi perekonomian keluarganya.  Upah buruh perkebunan kelapa sawit hanya Rp. 25.000,-/hari.  Upah ini akan digunakan untuk membayar biaya transportasi dari rumah ke lokasi perkebunan pp sebesar Rp. 10.000,- upah yang tersisa hanya sebesar Rp. 15.000,-/hari untuk membiayai kehidupan rumah tangga mulai dari biaya anak sekolah, makan, kesehatan, sandang dan kebutuhan pokok lainnya.  Kondisi ini menunjukan bahwa, investasi yang menjadi sumber utama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan yang tidak hanya berpihak pada rakyat Indonesia pada umumnya.  Keuntungan dari proses investasi sumber daya alam hanya dinikmati oleh pengusaha dan sekelompok masyarakat tertentu.

 

 

Sehubungan dengan kebijakan politik ekonomi pemerintah Indonesia yang secara massif meningkatkan investasi untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dan berdampak pada berbagai bentuk ketidak adilan dan pelanggaran HAM, Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, menyatakan :

 

  1. Pemerintah tidak konsisten terhadap kebijakannya sendiri, karena upaya percepatan pertumbuhan ekonomi dicapai dengan mengorbankan rakyat dan tidak memenuhi prinsip-prinsip keadilan.

 

  1. Investasi di sector perkebunan (terutama perkebunan sawit), di sektor pertambangan dan di sektor kehutanan, terbukti telah menimbulkan pemiskinan dan  mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat  bagi masyarakat setempat, baik laki-laki maupun perempuan di segala golongan umur, terutama kaun lanjut usia dan anak-anak.

 

  1. Dari rentetan kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan terkait sengketa tanah dan SDA akibat pemberian ijin investasi, menunjukkan adanya indikasi bahwa Pemerintah Indonesia secara meluas (widespread) atau sistematik (systematic) dan sengaja (intent) menggunakan aparat keamanan untuk berhadapan dan melakukan kekerasan terhadap rakyat.

 

  1. Kebijakan Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dengan menggalakkan investasi, terbukti tidak memberikan kontribusi nyata pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun sebaliknya peningkatan investasi dibayar air mata, darah dan bahkan nyawa rakyat.

 

  1. Pemerintah Indonesia harus mengubah Kebijakan Politik Ekonomi Indonesia yang selama ini hanya mengandalkan investasi dan pinjaman luar negeri, menjadi kebijakan ekonomi yang lebih berpihak pada upaya peningkatan kemampuan rakyat untuk produksi secara berkelanjutan.

 

  1. Pemerintah berkewajiban untuk, memberikan ganti rugi dan rehabilitasi serta   memulihkan kehidupan dan hak-hak seluruh korban langsung maupun tak langsung yang timbul akibat adanya ijin operasi suatu perusahaan.

 

 

Koalisi Perempuan Indonesia menunggu langkah nyata dari Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan berbagai bentuk konflik tanah dan sumber daya serta pemulihan hak-hak masyarakat setempat.

 

Jakarta, 30 Desember 2011

 

Dian Kartikasari, SH

Sekretaris Jenderal

 

 

NO COMMENTS